JAKARTA, KOMPAS.com - Dimas (24), bukan nama sebenarnya, Senin (5/7/2021) pagi, harus kembali menghidupkan mesin motor di kediamannya di bilangan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Setelah bersiap-siap, ia menunggangi sepeda motornya ke kawasan Senayan. Ia menghindari titik-titik penyekatan dan berhasil mencapai kantor.
Kemarin adalah hari kerja pertama di masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat yang telah ditetapkan pemerintah menyusul lonjakan kasus Covid-19 yang sangat genting di Jawa-Bali.
Pemerintah sudah menetapkan bahwa aktivitas perkantoran harus dikurangi. Hanya sektor kritikal, semisal transportasi, makanan, atau utilitas dasar, yang pegawainya diperbolehkan bekerja 100 persen dari kantor.
Baca juga: Luhut Minta Menaker Terbitkan Instruksi yang Wajibkan Karyawan Sektor Non-esensial WFH
Bagi pegawai sektor esensial, semacam perbankan dan informasi, kantor harus memberlakukan 50 persen sistem bekerja dari rumah.
Bagi pegawai sektor non-esensial, pemerintah mewajibkannya kerja dari rumah (work from home/WFH).
Dimas bukan pekerja sektor kritikal ataupun esensial. Pemuda ini bekerja di Dewan Perwakilan Rakyat sebagai staf ahli salah satu legislator.
"Senin, kita masuk ya jam 09.00," pesan si legislator kepada staf-stafnya di dalam suatu grup WhatsApp pada Minggu lalu, merespons undangan rapat yang dijadwalkan pada Senin itu.
"Izin, Pak, besok rapatnya virtual," sahut Dimas selaku staf yang bertugas menyiapkan undangan rapat.
Di grup itu, Dimas melampirkan dokumen undangan rapat, di mana kata-kata "virtual" dicetak tebal dalam huruf kapital.
"Rapatnya virtual. Orangnya boleh ngantor," balas si anggota Dewan.
Pengetatan aktivitas perkantoran dilakukan bukan tanpa alasan. Sejauh ini, dua klaster penyebaran Covid-19 yang paling dominan di Jakarta dan sekitarnya adalah klaster keluarga dan klaster perkantoran.
Keduanya berhubungan erat. Pegawai tertular Covid-19 di kantor kemudian pulang menularkannya ke anggota-anggota keluarga.
Esoknya, anggota-anggota keluarga yang telah tertular pergi ke kantor dan menularkannya lagi ke kolega. Lingkaran setan itu terus berulang.
Nyatanya, ada bos-bos kantor yang masih tak peka situasi ini dan pilih mengorbankan stafnya, tak hanya si anggota Dewan tadi.
Siti (24), seorang pegawai swasta di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, juga mengalami hal itu. Pagi ini, ia terpaksa tetap menumpang bus transjakarta dari kediamannya di Pulogebang, Jakarta Timur, ke kantor.