Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pegawai Sektor Non-esensial Dipaksa "Ngantor", Bos-bos Diminta Tahu Diri Keadaan Gawat

Kompas.com - 06/07/2021, 09:55 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dimas (24), bukan nama sebenarnya, Senin (5/7/2021) pagi, harus kembali menghidupkan mesin motor di kediamannya di bilangan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Setelah bersiap-siap, ia menunggangi sepeda motornya ke kawasan Senayan. Ia menghindari titik-titik penyekatan dan berhasil mencapai kantor.

Kemarin adalah hari kerja pertama di masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat yang telah ditetapkan pemerintah menyusul lonjakan kasus Covid-19 yang sangat genting di Jawa-Bali.

Pemerintah sudah menetapkan bahwa aktivitas perkantoran harus dikurangi. Hanya sektor kritikal, semisal transportasi, makanan, atau utilitas dasar, yang pegawainya diperbolehkan bekerja 100 persen dari kantor.

Baca juga: Luhut Minta Menaker Terbitkan Instruksi yang Wajibkan Karyawan Sektor Non-esensial WFH

Bagi pegawai sektor esensial, semacam perbankan dan informasi, kantor harus memberlakukan 50 persen sistem bekerja dari rumah.

Bagi pegawai sektor non-esensial, pemerintah mewajibkannya kerja dari rumah (work from home/WFH).

Dimas bukan pekerja sektor kritikal ataupun esensial. Pemuda ini bekerja di Dewan Perwakilan Rakyat sebagai staf ahli salah satu legislator.

"Senin, kita masuk ya jam 09.00," pesan si legislator kepada staf-stafnya di dalam suatu grup WhatsApp pada Minggu lalu, merespons undangan rapat yang dijadwalkan pada Senin itu.

"Izin, Pak, besok rapatnya virtual," sahut Dimas selaku staf yang bertugas menyiapkan undangan rapat.

Di grup itu, Dimas melampirkan dokumen undangan rapat, di mana kata-kata "virtual" dicetak tebal dalam huruf kapital.

"Rapatnya virtual. Orangnya boleh ngantor," balas si anggota Dewan.

Dianggap angin lalu

Pengetatan aktivitas perkantoran dilakukan bukan tanpa alasan. Sejauh ini, dua klaster penyebaran Covid-19 yang paling dominan di Jakarta dan sekitarnya adalah klaster keluarga dan klaster perkantoran.

Keduanya berhubungan erat. Pegawai tertular Covid-19 di kantor kemudian pulang menularkannya ke anggota-anggota keluarga.

Esoknya, anggota-anggota keluarga yang telah tertular pergi ke kantor dan menularkannya lagi ke kolega. Lingkaran setan itu terus berulang.

Nyatanya, ada bos-bos kantor yang masih tak peka situasi ini dan pilih mengorbankan stafnya, tak hanya si anggota Dewan tadi.

Siti (24), seorang pegawai swasta di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan, juga mengalami hal itu. Pagi ini, ia terpaksa tetap menumpang bus transjakarta dari kediamannya di Pulogebang, Jakarta Timur, ke kantor.

Menumpang transportasi publik, di tengah kabar duka akibat Covid-19 yang saban hari terbaca di media sosial atau terdengar dari mushala setempat, jelas bukan perkara gampang bagi kondisi psikis orang-orang seperti Siti.

"Takut banget parah. Sekarang kalau ke kantor kayak perang. Aku naik busway itu sudah ramai," kata Siti kepada Kompas.com.

Baca juga: Luhut Minta Menaker Terbitkan Instruksi yang Wajibkan Karyawan Sektor Non-esensial WFH

"Sampai kantor itu habis absen langsung pakai hand-sanitizer, terus sebelum duduk tas ditaruh bawah, disemprot disinfektan sampai bau seruangan. Karena kan kantor bukan ruangan terbuka, udaranya muter di situ juga."

Siti merupakan pegawai perusahaan pengelola gedung. Perusahaan itu membagi 30-an karyawannya jadi dua kelompok untuk menerapkan selang-seling sif WFH dan bekerja dari kantor, meskipun bukan termasuk sektor esensial.

Sialnya, hanya Siti yang tersisa di departemen tenant relations, bagian yang mengurusi hubungan dengan penyewa ruangan.

Dua kolega Siti sedang isolasi karena terpapar Covid-19. Ia terpaksa menambal posisi temannya dan masuk kantor tiap hari.

"Padahal, memungkinkan banget untuk WFH karena sekarang kan sudah digital, kalau tenant ada komplain atau permintaan biasa via telepon atau email. Jadi, memungkinkan banget," ujar Siti.

Saat ini, gedung yang perusahaannya kelola pun dalam keadaan sepi karena pandemi Covid-19 memang sedang gawat-gawatnya.

Perusahaan-perusahaan itu mayoritas menerapkan WFH untuk pegawainya. Lalu, untuk apa Siti tetap harus ke kantor?

Segalanya jadi terasa konyol. Apalagi, sebagian koleganya bekerja dari rumah, sehingga di kantor Siti rapat via Zoom dengan mereka yang WFH.

Sejumlah kendaraan bermotor antre melewati posko penyekatan di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Senin (5/7/2021). Penyekatan dalam rangka Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di lokasi tersebut menyebabkan kemacetan panjang dari kawasan Matraman menuju Pasar Senen. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/pras.
ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA Sejumlah kendaraan bermotor antre melewati posko penyekatan di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Senin (5/7/2021). Penyekatan dalam rangka Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di lokasi tersebut menyebabkan kemacetan panjang dari kawasan Matraman menuju Pasar Senen. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/pras.

Untuk apa dia masih harus pergi ke kantor setiap hari dan terjebak dalam risiko terpapar Covid-19? Bukankah ia bisa bekerja dari rumah saja?

"Kata bos, enggak bisa," ujar Siti.

Usul ditolak, tak bisa bertindak

Sebagai pegawai, Siti dan Dimas tak punya banyak pilihan. Dimas mau tak mau manut instruksi bos, si anggota Dewan, berbagi ruangan yang luasnya setara kamar kos bersama enam staf lain si legislator.

Padahal, agenda sedang lengang. Rapat-rapat DPR RI sudah bisa diakses virtual. Realisasi program kerja di lapangan pun bertahap.

Soal menyiapkan materi rapat, memikirkan konsep, brainstorming ide, atawa berkoordinasi dengan tim, Dimas sudah mafhum betul cara melakoninya lewat Zoom atau WhatsApp. Itu sudah dilakukan sehari-hari.

"Tapi, tiba-tiba malam itu ada instruksi untuk ke kantor saja," kata Dimas, pasrah.

Siti dan rekan-rekannya juga mengaku pernah mengemukakan pembicaraan dengan manajemen bahwa perusahaan mereka tidak termasuk dalam sektor esensial maupun kritikal berdasarkan aturan PPKM darurat.

Mereka melayangkan usul agar, sebagaimana harusnya, mereka diizinkan bekerja dari rumah 100 persen.

Lagi-lagi, bos tidak setuju

Paksaan bagi Dimas dan Siti untuk tetap bekerja dari kantor terasa lebih konyol karena saat ini beberapa kolega mereka positif Covid-19.

Itu cukup membuktikan bahwa risiko terpapar Covid-19 di lingkungan kerja begitu nyata, kalau bukan sangat tinggi.

"Ada dua teman yang positif Covid-19, seruangan pula sama saya. Walaupun mereka sedang isolasi, tapi kan harusnya jadi makin aware kita-nya. DPR juga banyak yang positif, masak enggak kapok?" keluh Dimas.

"Saya sedih, tapi mau gimana?" lanjutnya.

Bos, tolong tahu diri

Siti tak kuasa menyembunyikan ledakan emosinya ketika Kompas.com bertanya soal harapannya terkait sistem kerja pada keadaan darurat seperti sekarang.

"Buat para pimpinan, tolong tahu diri. Pikirkan karyawan," kata dia.

"Karena kalau karyawannya mati ... tolong, karyawan punya keluarga di rumah. Lo kan juga punya keluarga di rumah. Ayo, sama-sama takut, jangan lo doang yang takut," lanjut Siti.

"Benar deh, rasanya pengin melaporkan kantor sendiri (agar ditindak), karena bukan esensial atau kritikal. Kenapa, sih, enggak bisa banget lihat kantor kosong? Orang juga sudah memaklumi kalau perusahan sepi, karena wajarlah, keadaan begini. Apa salahnya sih dua minggu WFH?"

Rasa geram itu bahkan juga dapat terbaca dalam pernyataan Pangdam Jaya Mayjen Mulyo Aji pada Senin kemarin di sela-sela kemacetan imbas penyekatan di perbatasan Jakarta-Kota Bekasi.

"Banyak perusahaan di Jakarta yang tidak mematuhi anjuran dari pemerintah dari tanggal 3 sampai 20 itu work from home. Jadi kami di lapangan ini menegakkan aturan sesuai perintah," kata Pangdam Jaya.

Siti dan Dimas hanya dua dari seabrek pegawai bernasib sama. Mereka sama-sama tak punya pilihan. Mereka keluar rumah bukan karena bandel, melainkan terpaksa.

Di saat negara enggan menjamin kebutuhan dasar mereka selama masa PPKM darurat, mereka hanya bisa mengandalkan kantor sebagai pemberi nafkah.

Negara masa bodoh dengan nafkah mereka bila mereka dipecat, sedangkan perusahaan pun tak akan menjamin mereka bebas pemecatan jika tak manut ketentuan bos.

"Saya berharap, sebenarnya kejadian di sekitar ini jadi bahan refleksi diri buat lebih mawas dan benar-benar nahan diri untuk keluar rumah selagi bisa," ujar Dimas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kawal Aksi di Sekitar Gedung MK, 2.713 Aparat Gabungan Dikerahkan

Kawal Aksi di Sekitar Gedung MK, 2.713 Aparat Gabungan Dikerahkan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Sudah Hilang Sejak 9 April 2024

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Sudah Hilang Sejak 9 April 2024

Megapolitan
Perempuan Menangis Histeris di Lokasi Kebakaran 'Saudara Frame', Mengaku Ibu dari Korban Tewas

Perempuan Menangis Histeris di Lokasi Kebakaran "Saudara Frame", Mengaku Ibu dari Korban Tewas

Megapolitan
Melonjak, Jumlah Pasien DBD di Jakbar Tembus 1.124 pada April 2024

Melonjak, Jumlah Pasien DBD di Jakbar Tembus 1.124 pada April 2024

Megapolitan
JPO Cilincing yang Hancur Ditabrak Kontainer Diperbaiki, Biaya Ditanggung Perusahaan Truk

JPO Cilincing yang Hancur Ditabrak Kontainer Diperbaiki, Biaya Ditanggung Perusahaan Truk

Megapolitan
Polisi Usut Penyebab Remaja di Cengkareng Gantung Diri

Polisi Usut Penyebab Remaja di Cengkareng Gantung Diri

Megapolitan
Dari 7 Jenazah Korban Kebakaran Mampang, 2 di Antaranya Anak Laki-laki

Dari 7 Jenazah Korban Kebakaran Mampang, 2 di Antaranya Anak Laki-laki

Megapolitan
Isak Tangis Iringi Pengantaran 7 Jenazah Korban Kebakaran 'Saudara Frame' ke RS Polri

Isak Tangis Iringi Pengantaran 7 Jenazah Korban Kebakaran "Saudara Frame" ke RS Polri

Megapolitan
Kebakaran Toko Bingkai Saudara Frame Padam, Arus Lalin Jalan Mampang Prapatan Kembali Normal

Kebakaran Toko Bingkai Saudara Frame Padam, Arus Lalin Jalan Mampang Prapatan Kembali Normal

Megapolitan
Sebelum Toko 'Saudara Frame' Terbakar, Ada Percikan Api Saat Pemotongan Kayu

Sebelum Toko "Saudara Frame" Terbakar, Ada Percikan Api Saat Pemotongan Kayu

Megapolitan
Kondisi Karyawan Selamat dari Kebakaran Saudara Frame, Salah Satunya Luka Bakar Hampir di Sekujur Tubuh

Kondisi Karyawan Selamat dari Kebakaran Saudara Frame, Salah Satunya Luka Bakar Hampir di Sekujur Tubuh

Megapolitan
Polisi: Ada Luka di Dada dan Cekikan di Leher Jasad Perempuan di Pulau Pari

Polisi: Ada Luka di Dada dan Cekikan di Leher Jasad Perempuan di Pulau Pari

Megapolitan
144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan, Terbanyak di Jaktim

144 Kebakaran Terjadi di Jakarta Selama Ramadhan, Terbanyak di Jaktim

Megapolitan
Wanita Ditemukan Tewas di Dermaga Pulau Pari, Polisi Periksa 3 Teman Dekat Korban

Wanita Ditemukan Tewas di Dermaga Pulau Pari, Polisi Periksa 3 Teman Dekat Korban

Megapolitan
Cerita Warga Habiskan Uang Jutaan Rupiah untuk Bagi-bagi THR di Hari Lebaran

Cerita Warga Habiskan Uang Jutaan Rupiah untuk Bagi-bagi THR di Hari Lebaran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com