JAKARTA, KOMPAS.com - Ledakan kasus Covid-19 di Indonesia membuat kondisi para tenaga kesehatan makin sulit. Tak sedikit yang akhirnya memilih menyerah.
Kondisi ini diungkapkan Ketua Dokter Indonesia Bersatu, dr. Eva Sri Diana Chaniago saat dihubungi Kompas.com, Kamis (15/7/2021) kemarin.
Dokter spesialis paru yang bekerja di salah satu rumah sakit umum daerah di Jakarta itu menyaksikan langsung bagaimana rekan-rekannya memilih resign dari pekerjaan.
Salah satu faktor utama banyaknya nakes yang menyerah adalah karena jam kerja yang makin berat. Lonjakan kasus Covid-19 di DKI Jakarta yang terus bertambah di atas 10.000 per hari membuat pasien terus berdatangan tanpa henti ke rumah sakit.
Baca juga: Sejumlah Nakes Undur Diri dari Pekerjaan karena Beban Kerja Berat dan Insentif Tertahan
"Banyak pasien yang sudah datang dalam kondisi buruk karena mereka sudah lebih dulu menjalani isolasi mandiri di rumah," kata Eva.
Di sisi lain, jumlah tenaga kesehatan sangat terbatas. Akhirnya para tenaga kesehatan harus bekerja lembur setiap harinya agar pasien dapat tertangani.
"Saya sendiri misalnya bisa bekerja sampai pukul 02.00 WIB dini hari. Karena saya bekerja di dua rumah sakit di RSUD dan di RS Swasta," katanya.
Beban kerja yang berat itu membuat para nakes kerap kelelahan dan akhirnya tertular Covid-19 dari pasien. Meski sudah divaksin, namun virus Sars-Cov-2 tetap mudah menular karena kondisi nakes yang tidak prima.
Sebagai garda terdepan dalam menghadapi pandemi, tenaga kesehatan memang menjadi kelompok yang paling beresiko tertular Covid-19. Meski demikian, tak ada privilege atau perlakuan khusus yang didapat nakes atau pun keluarganya jika sudah tertular dan jatuh sakit.
Baca juga: IDI Jakarta: Kemungkinan Kematian Nakes Tinggi karena Tak Dapat Rumah Sakit
Sama dengan masyarakat umum lain, para tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19 juga mengalami kesulitan untuk mendapat perawatan di rumah sakit di tengah lonjakan kasus saat ini.
Dokter Eva mengungkapkan, banyak nakes yang kini terpaksa menjalani isolasi mandiri di rumah karena RS sudah dipenuhi pasien.
"Bagi para nakes untuk masuk ruang rawat juga susah kecuali memang sudah gejalanya berat," kata Eva.
Jika ada ruangan yang tersedia di RS, kapasitasnya sangat terbatas. Tenaga kesehatan tak bisa turut mengajak keluarganya yang juga tertular Covid-19. Padahal, banyak juga nakes yang telah menularkan virus corona kepada keluarganya di rumah.
"Akhirnya banyak yang lebih memilih isolasi di rumah bersama keluarganya. Supaya dia tetap bisa menjaga anaknya juga. Kalau nakesnya dirawat di rumah sakit dan keluarganya di rumah kan jadi terpisah," kata Eva.
Baca juga: Tak Dapat Perlakuan Khusus, Nakes dan Keluarganya Sulit Dapat Perawatan jika Tertular Covid-19
Di tengah beban kerja yang berat dan ancaman terpapar virus corona, para tenaga kesehatan juga masih harus memusingkan kondisi perekonomian mereka.
Sebab, insentif yang dijanjikan pemerintah terlambat cair.
"Gaji yang diterima mereka dari rumah sakit sekarang ini kan tidak sesuai dengan beban kerjanya. Sementara insentif dari pemerintah tidak cair," kata Eva.
Eva mengatakan, gaji yang dibayarkan RS untuk nakes karyawan tergolong kecil. Bahkan, para nakes yang berstatus relawan sama sekali tak digaji oleh rumah sakit.
Oleh karena itu, insentif bagi nakes di masa pandemi memang sudah menjadi suatu kewajaran. Pemerintah sendiri sudah menetapkan besaran insentif berbeda-beda untuk tiap kategori nakes, mulai dari Rp 15 juta-5 juta per bulan.
"Tapi pembayaran insentif ini sangat telat sekali. Insentif dari bulan November tahun lalu baru cair bulan ini," kata dia.
Dalam kondisi beban kerja yang makin berat, ancaman terpapar Covid-19, sekaligus pemasukan yang tak menentu, Eva pun menilai wajar banyak nakes yang akhirnya memilih mundur dari pekerjaan.
"Ada yang resign bilangnya mendingan dagang, ada yang mau sekolah lagi, ada juga yang dilarang oleh suami," kata Eva.
Menurut Eva, kondisi ini terjadi baik pada para nakes yang berstatus pegawai RS atau pun relawan.
"Ya mereka mau makan dan hidup bagaimana kalau insentif tidak cair-cair. Kalau yang karyawan mungkin masih bisa karena tetap dapat gaji dari RS, tapi yang relawan itu nol. Dia hanya mengandalkan insentif dari pemerintah," katanya.
Eva sendiri sudah diminta oleh suaminya untuk mundur di tengah lonjakan kasus ini. Namun, hati kecilnya masih tergerak untuk tetap bekerja melayani masyarakat.
Eva khawatir RS akan makin kolaps karena jumlah nakes terus berkurang di tengah lonjakan kasus Covid-19 yang masih terus terjadi. Ia mengatakan, pemerintah bisa saja menambah ruang perawatan atau isolasi sebanyak mungkin. Namun, itu akan menjadi sia-sia jika tak ada tenaga kesehatan yang menangani pasien.
Oleh karena itu, ia berpesan kepada pemerintah agar jangan sampai ada keterlambatan pembayaran insentif bagi nakes.
"Khususnya untuk yang statusnya relawan itu jangan sampai telat lah. Mau makan apa mereka kalau telat, karena dari rumah sakit juga mereka tidak dapat, nol rupiah," katanya.
Eva juga berpesan agar pemerintah segera membayar utang klaim penanganan Covid-19 ke rumah sakit. Hal ini penting agar operasional rumah sakit bisa tetap berjalan.
"Jangan sampai rumah sakit juga tidak sanggup bayar nakes karena duitnya diutangin Kemenkes dan belum dibayar," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.