Informasi hoaks tentang Covid-19 kembali ditemukan di Facebook. Kini, sebuah unggahan menyebutkan bahwa vaksin Covid-19 dapat menyebabkan gangguan pada otak sehingga membuat lamban berpikir dan sulit menghapal.
Unggahan tersebut disertai tangkapan status seseorang yang diklaim merupakan apoteker dengan akun Facebook bernama Lois Lois.
"Apoteker aja udah gak mau LG vaksin ke-2. Soalnya berasa otaknya jd dungu dan Bolot," demikian salah satu bagian narasi yang diunggah akun tersebut.
"Nah... Jangan2 IDI dan kemenkes Otaknya udah pada lemot2 kyk gak bisa mikir ya makanya jd kyk o-oon gitu.. Mungkin ya.. Soalnya gak ada respon. Jd seperti kehilangan akal sehatnya lagi buat berpikir.. Kasihannya.. Dan gak lama lagi Satu persatu kasus kematian akibat Vaksin akan menghiasi media massa. Dan ingat.. Itu semua akibat di Vaksin!!" tulisnya.
Baca juga: Dinkes DKI: Pasien Covid-19 Gejala Sedang dan Berat Bertambah Cepat
Ahli Patologi Klinis yang juga Direktur RS UNS Tonang Dwi Ardyanto menyatakan, informasi mengenai vaksin Covid-19 yang bisa menyebabkan gangguan otak seperti lamban berpikir dan sulit menghafal adalah klaim yang tidak benar.
"Yang jelas, anak-anak kita, yang bahkan kurang dari 1 tahun, sudah rutin mendapatkan vaksin termasuk yang metode pembuatannya sama: inactivated. Itu sudah bukti nyata," kata Tonang saat dihubungi Kompas.com, Minggu (7/2/2021).
Di media sosial Facebook, beredar narasi yang menyebut bahwa Rusia melakukan otopsi jenazah Covid-19 dan menemukan penyebab Covid-19 adalah bakteri.
Informasi hoaks itu salah satunya diunggah oleh akun Facebook EmplawasBoy MrBrowny, pada 2 Mei 2021 pukul 10.47 WIB. Ia menyebut bahwa Rusia adalah negara pertama di dunia yang melakukan otopsi post mortem terhadap jenazah Covid-19.
"Setelah penyelidikan menyeluruh, ditemukan bahwa Covid-19 tidak ada sebagai virus, melainkan bakteri yang telah terpapar radiasi dan menyebabkan kematian manusia melalui pembekuan darah," tulis dia.
"Penyakit ini adalah tipuan global, "tidak lain adalah koagulasi fellium-intravaskular (trombosis) dan metode pengobatannya adalah kuratif". Tablet antibiotik Anti-inflamasi dan Minum antikoagulan (aspirin). Hal ini menunjukkan bahwa penyakit dapat disembuhkan," tulisnya.
Narasi itu juga menyebut bahwa bakteri ini berkaitan dengan radiasi jaringan 5G.
Baca juga: Anies Minta Warga Jakarta Gelar Shalat Idul Adha di Rumah