JAKARTA, KOMPAS.com - Tarif kremasi jenazah pasien Covid-19 di DKI Jakarta melonjak tinggi. Tarif jasa itu diduga meningkat karena adanya praktik kartel kremasi.
Tarif kremasi yang meningkat itu menjadi sorotan kepolisian. Pemprov DKI pun berencana membangun krematorium untuk mengkremasi jenazah pasien Covid-19.
Informasi terkait kasus kartel kremasi viral melalui pesan berantai WhatsApp.
Melalui pesan yang diberi judul 'Diperas Kartel Kremasi', korban bernama Martin, warga Jakarta Barat, mengatakan bahwa ibunya meninggal dunia pada 12 Juli 2021.
Dinas Pemakaman membantu mencarikan krematorium untuk ibunda Martin.
Salah satu petugas dinas itu disebut memberi tawaran paket kremasi senilai Rp 48,8 juta.
Baca juga: Polisi Janji Selidiki Dugaan Kartel Kremasi yang Peras Warga Saat Pandemi
Martin mengaku terkejut dengan biaya yang disebutkan petugas. Pasalnya, enam minggu sebelumnya, kakak Martin meninggal dunia dan dikremasi dengan biaya tak sampai Rp 10 juta.
Dua minggu setelahnya, besan dari kakak Martin dan anak perempuannya juga meninggal dunia akibat Covid-19. Saat itu biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 24 juta per orang.
Martin menyatakan, ada kenalannya yang turut diberikan penawaran serupa dengan tarif Rp 45 juta.
Baca juga: Pemprov DKI Bantah Palang Hitam Terlibat Pungli Kremasi Jenazah Pasien Covid-19
Dia akhirnya mendapatkan lokasi kremasi di Cirebon. Tarifnya hanya Rp 2,5 juta dan beberapa ratus ribu rupiah untuk biaya tambahan.
"Betapa nyamannya kartel ini 'merampok' keluarga yang berduka, karena biaya peti dan biaya mobil jenazah (satu mobil dua jenazah) harusnya tidak sampai Rp 10 juta," kata Martin dalam pesan tersebut.
Beberapa hari setelahnya, kenalan Martin lainnya dipatok tarif sebesar Rp 80 juta untuk kremasi.
Rumah Duka Abadi di Jakarta Barat membantah telah menetapkan tarif kremasi jenazah sebesar Rp 45 juta. Rumah duka itu menyatakan tidak memiliki layanan kremasi jenazah.
"Bisnis kami itu ambulans, peti, dan rumah persemayaman. Tidak ada kremasi," kata Business Development Rumah Duka Abadi, Indra Paulus, Senin.
Ia menyampaikan bantahan itu terkait dengan kabar yang beredar di media sosial.