JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang warga di Jabodetabek, AB, menceritakan pengalaman keluarganya yang dirundung setelah melaporkan pelanggaran protokol kesehatan di lingkungan rumahnya.
AB bercerita kejadian yang dialaminya bermula ketika anggota keluarga AB melaporkan melalui media sosial tentang adanya pelanggaran protokol kesehatan (prokes) di sebuah mushola yang terletak tepat di depan rumahnya.
"Sudah lama, anak-anak kompleks ini sering banget berkerumun tanpa masker. Entah di depan rumah, di jalanan, di pos RT, atau di mushola. Lelah menegur, akhirnya minggu lalu kami unggah salah satu kejadian melalui sosial media pribadi dengan menandai akun Walikota," kata AB, Rabu (21/7/2021).
Baca juga: PPKM Darurat Diperpanjang, Dukcapil Jaktim Tutup Layanan Tatap Muka hingga 25 Juli
Diakuinya, cara tersebut dilakukan keluarganya karena sudah lelah menegur masyarakat. Sebab, keadaan lingkungan tidak sedang baik-baik saja. Sudah banyak warga yang terpapar Covid-19, bahkan ada yang sudah kehilangan nyawa karenanya.
Ia mengaku sudah mengadukan kejadian pelanggaran prokes tersebut ke pihak RT dan Satgas setempat. Namun, tidak ada tindak lanjut yang berarti.
AB tidak menyangka unggahan tersebut akan mendapat respons dari pemerintah. Hingga pada Minggu (18/7/2021) kediamannya didatangi sejumlah orang untuk membahas unggahan tersebut.
"Ada Lurah dan jajarannya, termasuk RT, Satgas setempat, dan pengurus mushola yang datang ke rumah. Sayangnya, diskusi tidak berjalan menyenangkan di awal. Saya menangkap, justru keluarga kami disalahkan karena melaporkan ke media sosial dan menandai akun Walikota. Lurah bilang seharusnya melaporkan lewat RT dan RW terlebih dahulu," kenang AB.
Meski demikian, diskusi kemudian berhasil didinginkan dan berakhir dengan saling paham antara pihak kelurahan dengan keluarganya.
Baca juga: PPKM Level 4 Berlaku, Simak Aturan Terbaru Keluar Masuk Jakarta
Permasalahan nyatanya tidak berakhir di diskusi tersebut. AB menceritakan, di sebuah grup whatsapp warga, seorang tokoh masyarakat membahas kejadian tersebut dan terlihat memprovokasi warga lain.
"Foto diskusi tersebut diunggah di grup warga, seorang tokoh masyarakat menanggapi foto dengan sangat provokatif dan menyudutkan keluarga saya," kata AB.
Menurut AB, oknum tersebut berkata bahwa "Orang ini mempermalukan lingkungan sendiri, perlu dikucilkan hukum sosial,". AB menunjukan obrolan grup tersebut yang ditulis oleh tokoh masyarakat di lingkungannya.
"Oknum tersebut mengaku menulis seperti karena dia merasa anak-anak remaja mushola ini diusik dan dipermalukan dengan cara dilaporkan seperti itu," lanjut AB.
Beranjak dari situ, Sempat terjadi keributan antara tokoh masyarakat tersebut dan keluarga AB. Namun, kejadian ini kembali berakhir damai.
Sayangnya, sikap mengucilkan oleh lingkungan setempat kepada keluarga AB belum berakhir di situ. Keesokannya, ada warga lain yang tidak lain istri tokoh masyarakat tersebut, terdengar sedang berbicara dengan warga lain.
"Dikucilin aja, enggak usah dibagi daging kurban, air di rumahnya dicabut aja. Lagian memang kenapa sih dilaporin, anak-anak ngumpul juga cuma main biasa, kecuali kalau narkoba baru dilaporin," kata AB menirukan perkataan orang tersebut.
AB mengaku cukup lelah dengan sikap warga lingkungan rumahnya yang demikian. Ia dan keluarganya memutuskan untuk mengabaikan omongan tetangga dengan tidak keluar rumah.
Selain itu, hingga berita ini disusun, AB juga masih berusaha menyelesaikan masalah antara keluarga dia dan keluarga tokoh masyarakat tersebut dengan membuat perjanjian tertulis.
AB berharap pengalaman keluarganya ini dapat dijadikan pembelajaran oleh semua pihak. Bahwa, melanggar protokol kesehatan merupakan perilaku yang dapat membahayakan banyak orang.
Dia berharap orang lain paham bahwa melaporkan pelanggaran bukan berarti ingin mempermalukan pelanggar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.