JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah diminta tidak menjadikan turunnya jumlah kasus baru Covid-19 harian sebagai acuan pelonggaran PPKM darurat Jawa-Bali.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo mengumumkan perpanjangan PPKM darurat selama lima hari ke depan dan menjanjikan relaksasi setelahnya jika keadaan dinilai membaik.
"Alhamdulillah, kita bersyukur, setelah dilaksanakan PPKM darurat, terlihat dari data, penambahan kasus dan kepenuhan bed rumah sakit mengalami penurunan," kata Jokowi, kemarin.
Baca juga: PPKM Level 4 Berlaku, Simak Aturan Terbaru Keluar Masuk Jakarta
Pernyataan ini problematik. Pertama, penambahan kasus harian adalah parameter yang lemah untuk menyimpulkan situasi pandemi, karena ditentukan oleh faktor lain seperti jumlah tes.
"Kalau kita bandingkan dengan di awal PPKM (darurat), 3 Juli itu ada hampir 111.000 orang diperiksa, yang ketemu positif 27.913," kata co-inisiator koalisi warga Lapor Covid-19, Ahmad Arif, kepada Kompas.com, Rabu (21/7/2021).
"Nah, kemarin Selasa (20/7/2021), dari yang diperiksa 114.674, yang positif itu 38.325 kasus. Seharusnya kan, kalau yang diperiksa segitu, kalau memakai pola penularan 3 Juli saja, harusnya kita hanya ketemu 28.841 kasus," jelasnya.
Itu artinya, penularan Covid-19 di tengah masyarakat saat ini justru lebih buruk ketimbang saat PPKM darurat pertama kali diberlakukan. Jangankan berkurang, stagnan pun tidak.
Baca juga: Jakarta PPKM Level 4, Wagub DKI: Kami Mengikuti Kebijakan Pemerintah Pusat
Tren perburukan ini justru semakin kentara melihat rasio kasus positif pada hari kemarin, saat sebagian kalangan merasa lega melihat jumlah kasus baru yang turun daripada biasanya.
"Positivity rate kemarin itu saja 47,62 persen. Sementara, rata-rata positivity rate seminggu terakhir 42,28," tambah Arif.
Soal tingkat keterisian rumah sakit (bed occupancy rate, BOR), statistik yang diklaim stagnan pun tidak dapat dibaca mentah-mentah.
Jumlah pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit bukannya tidak bertambah, melainkan penambahannya diikuti dengan penambahan kapasitas rumah sakit.
Baca juga: PPKM Darurat Berlaku Hingga 25 Juli, STRP Jakarta Tak Perlu Diperpanjang
Ini baru dari segi statistik. Di lapangan, warga yang keluarganya terpapar Covid-19 tahu betul keadaan tak membaik sama sekali.
Puskesmas tidak responsif karena sudah kewalahan. Rumah sakit penuh antrean pasien, sebagian lain krisis oksigen.
Pasien Covid-19 bergejala sedang hingga berat terpaksa isolasi mandiri dan tak sedikit yang meninggal tanpa pertolongan. Kabar duka datang silih berganti, dari kolega hingga kerabat.
Baca juga: Anies: Kepada Pengurus Masjid, Sadarilah Rumah Sakit Sudah Penuh
"Kami kan bantu mencarikan rumah sakit untuk warga, ternyata belum ada penurunan (pasien). Kami juga masih kesulitan untuk mencarikan rumah sakit. Kalaupun ada, kami masih harus mengantre 1-2 hari, bisa lebih," ungkap Arif.
"Sekarang, dari data kami sudah 1.152 orang yang meninggal di luar rumah sakit. Itu secara nasional. Jawa yang paling banyak, tapi trennya meluas. Mulai ada laporan juga di NTT, NTB, Kaltim, Kalbar, Sumbar," tutur Arif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.