Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Pelapor Pelanggaran Prokes Covid-19 Justru Diintimidasi Tetangga

Kompas.com - 21/07/2021, 20:24 WIB
Ivany Atina Arbi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi belakangan ini telah membuat banyak masyarakat was-was sehingga mereka memilih untuk lebih banyak berdiam diri di rumah dan menghindari kerumunan.

Namun, ternyata masih ada golongan masyarakat yang abai akan protokol kesehatan (prokes) dan meresahkan warga lain. Pelanggaran ini kemudian dilaporkan kepada otoritas terkait, baik melalui aplikasi pengaduan resmi maupun media sosial.

Kegiatan melaporkan pelanggaran prokes sudah menjadi wajar dan bahkan didorong oleh petinggi daerah, termasuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Hal ini agar penyebaran Covid-19 dapat lebih dikendalikan, dan semakin banyak warga terselamatkan dari penyakit yang menyerang sistem pernapasan ini.

"Bantu kami untuk lindungi kamu," tulis Anies melalui akun Instagramnya, awal Juli lalu. Ia mendorong warga DKI Jakarta untuk melaporkan pelanggaran prokes Covid-19 melalui aplikasi JAKI.

Baca juga: Ketika Pelapor Pelanggaran Prokes Justru Dikucilkan Tetangga, Dianggap Permalukan Lingkungan Sendiri

Langkah positif ini ternyata tidak dinilai baik oleh sebagian pihak. Beberapa pelapor justru diintimidasi dan dikucilkan oleh tetangga mereka usai melaporkan pelanggaran prokes Covid-19 yang ada di lingkungan mereka.

P disindir tetangga

P, seorang warga Matraman di Jakarta Timur, merasa disindir oleh tetangga-tetangganya usai melaporkan pelanggaran prokes yang terjadi di lingkungan rumahnya.

Awal Juli lalu, P membuat laporan di aplikasi JAKI mengenai adanya kerumunan warga di seberang kediamannya. Kerumunan ini terjadi hampir setiap malam.

Keesokan harinya, setelah laporan dibuat, petugas Satpol PP datang ke lokasi untuk menindaklanjuti laporan P. Warga yang ada di pos tersebut diminta untuk mematuhi prokes.

Namun, tindak lanjut itu seolah hanya sekedar "basa-basi", karena keesokan harinya kerumunan kembali terjadi di tempat yang sama.

Baca juga: Kisah Pasien Covid-19 di Jaktim, Adukan Pelanggaran via JAKI Justru Kena Intimidasi

Kali ini, warga yang berkumpul membicarakan tentang aduan yang dibuat oleh P dengan suara yang lantang. Identitas P yang seharusnya disembunyikan malah dibongkar oleh petugas yang melakukan teguran.

P mengaku sering mendengar sindiran yang mengarah kepada dia dan keluarganya.

"Woy pake masker lu. nanti ada yang laporin difoto, didatangi Satpol PP. Teriak-teriak disengajain dan itu tuh kenceng banget, sampai saya enggak bisa tidur," kata P kepada Kompas.com, Minggu (11/7/2021).

P khawatir intimidasi yang dilakukan oleh sejumlah warga tersebut mempengaruhi kondisi psikis dia dan orangtuanya. Apalagi, P sekeluarga saat itu sedang menjalani isolasi mandiri dalam rangka proses pemulihan dari Covid-19.

"Setiap mereka nongkrong depan rumah saya ini pasti teriak-teriak mas soal laporan saya. Dan saya mikirin ibu sama bapak, takut stres juga lama-lama dengerin kayak begitu," kata P.

Baca juga: Dibandingkan Hari Pertama PPKM Darurat, Penularan Covid-19 Saat Ini Lebih Parah

Dia pun akhirnya melaporkan apa yang dialaminya kepada pihak Pemprov DKI Jakarta dan meminta pertanggungjawaban perlindungan untuk dia dan keluarganya.

Sebab, P merasa bahwa tindakannya melaporkan pelanggaran protokol kesehatan sudah tepat. Dia khawatir warga yang berkumpul di pos tersebut justru ikut terpapar Covid-19.

"Dari Pemprov udah ngehubungin saya, buat menindaklanjuti kasus ini. Sekarang yang penting dan saya pikirin tuh biar enggak ada intimidasi atau omongan-omongan mereka lagi. Padahal saya kasih tau yang bener," ungkap P.

Warga matraman itu berharap agar Pemprov DKI Jakarta meningkatkan koordinasi dan membina petugas di lapangan. Khususnya, dalam hal menindaklanjuti aduan pelanggaran dan menjamin keamanan pelapor.

Baca juga: Saat Keputusan Jokowi untuk Revisi Statuta UI Jadi Blunder

AB dikucilkan tetangga

Seorang warga Jabodetabek, AB, mengaku dikucilkan warga di lingkungannya usai melaporkan pelanggaran prokes yang terjadi.

Kejadian bermula ketika anggota keluarga AB melaporkan pelanggaran prokes di sebuah mushola di depan rumahnya dengan mengunggah foto pelanggaran di media sosial dan menandai akun Walikota.

"Sudah lama, anak-anak kompleks ini sering banget berkerumun tanpa masker. Entah di depan rumah, di jalanan, di pos RT, atau di mushola. Lelah menegur, akhirnya minggu lalu kami unggah salah satu kejadian melalui sosial media pribadi dengan menandai akun Walikota," kata AB, Rabu (21/7/2021).

Ia mengaku sudah mengadukan kejadian pelanggaran prokes tersebut ke pihak RT dan Satgas setempat. Namun, tidak ada tindak lanjut yang berarti.

Baca juga: Rektor UI Trending gara-gara Diolok-olok Warganet di Twitter, Apa Persoalannya?

Tidak lama, unggahan tersebut mendapatkan respons dari pemerintah. Lurah dan sejumlah perangkat lingkungan mendatangi kediaman AB.

"Sayangnya, diskusi tidak berjalan menyenangkan di awal. Saya menangkap, justru keluarga kami disalahkan karena melaporkan ke media sosial dan menandai akun Walikota. Lurah bilang seharusnya melaporkan lewat RT dan RW terlebih dahulu," kenang AB.

Meski demikian, diskusi kemudian berhasil didinginkan dan berakhir dengan saling paham antara pihak kelurahan dengan keluarganya.

Permasalahan nyatanya tidak berakhir di situ. AB menceritakan, di sebuah grup Whatsapp warga, seorang tokoh masyarakat membahas kejadian tersebut dan memprovokasi warga lain.

Menurut AB, oknum tersebut berkata bahwa "Orang ini mempermalukan lingkungan sendiri, perlu dikucilkan hukum sosial". AB menunjukan obrolan grup tersebut.

Baca juga: Usai Heboh Rektor UI Rangkap Jabatan, Presiden Ubah Aturan

Sempat terjadi keributan antara keluarga AB dan sang tokoh masyaraka. Namun, kejadian ini kembali berakhir damai. Sayangnya, sikap mengucilkan dari warga belum berakhir di situ.

Keesokannya, AB mendengar istri dari tokoh masyarakat dengan sengaja mengajak warga lain untuk mengucilkan keluarga AB.

"Dikucilin aja, enggak usah dibagi daging kurban, air di rumahnya dicabut aja. Lagian memang kenapa sih dilaporin, anak-anak ngumpul juga cuma main biasa, kecuali kalau narkoba baru dilaporin," kata AB menirukan perkataan orang tersebut.

Hingga berita ini disusun, AB sedang berusaha menyelesaikan masalah antara keluarganya dan keluarga tokoh masyarakat tersebut dengan membuat perjanjian tertulis.

AB berharap pengalamannya dapat dijadikan pembelajaran oleh semua pihak. Bahwa, melanggar protokol kesehatan merupakan perilaku yang dapat membahayakan banyak orang sehingga patut untuk ditindak.

(Penulis : Tria Sutrisna, Mita Amalia Hapsari /Editor : Sabrina Asril, Jessi Carina)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Remaja Perempuan Tanpa Identitas Tewas di RSUD Kebayoran Baru, Diduga Dicekoki Narkotika

Remaja Perempuan Tanpa Identitas Tewas di RSUD Kebayoran Baru, Diduga Dicekoki Narkotika

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya | Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

[POPULER JABODETABEK] Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya | Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Rute Mikrotrans JAK98 Kampung Rambutan-Munjul

Rute Mikrotrans JAK98 Kampung Rambutan-Munjul

Megapolitan
Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Megapolitan
Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Megapolitan
Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Megapolitan
Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Megapolitan
Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Megapolitan
Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Megapolitan
“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

Megapolitan
Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Megapolitan
Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Megapolitan
Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com