JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Perubahan Peraturan Daerah (Raperda) DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penanggulangan Covid-19 memuat penambahan dua poin umum.
Pertama terkait kewenangan yang diberikan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang ada di dalam Satuan Polisi Pamong Praja.
Kedua terkait muatan sanksi pidana untuk para pelanggar protokol kesehatan yang berulang.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, perubahan Perda Nomor 2 Tahun 2020 diperlukan agar memberikan efek jera kepada para pelanggar protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19.
Karena sanksi yang ada saat ini dinilai belum efektif menghentikan pelanggaran protokol kesehatan, sehingga pelanggaran terus berulang.
"Dalam pelaksanaannya, baik ketentuan mengenai sanksi administratif maupun sanksi pidana (yang sudah ada) belum efektif memberikan efek jera kepada masyarakat yang melanggar protokol kesehatan penanggulangan Covid-19," ucap Riza dalam pidato rapat paripurna DPRD DKI Jakarta, Rabu (21/7/2021).
Sehingga muncul inisiatif dari Pemprov DKI Jakarta menambah beberapa poin penting agar para pelanggar bisa diseret ke rahan pidana berupa hukuman kurungan penjara.
Kewenangan Satpol PP
Perubahan perda pertama diusulkan penambahan Pasal 28A yang memberikan sejumlah kewenangan kepada PPNS di lingkungan Satpol PP untuk menjadi penyidik dalam pelanggaran peraturan Perda Covid-19.
"Selain Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Provinsi dan atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Satpol Pamong Praja diberi kewenangan khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam undang-undang hukum acara pidana untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran dalam peraturan daerah ini," tulis Pasal 28A.
Dalam Pasal itu, ada 14 kewenangan yang diberikan kepada Satpol PP, yaitu:
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana
2. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana
3. Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana
4. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang berkenaan dengan peristiwa tindak pidana
5. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana
6. Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil kejahatan yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana
7. Melakukan tindakan pertama pada saat itu di tempat kejadian dan melakukan pemeriksaan
8. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka
9. Melakukan penyitaan benda dan atau surat
10. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
11. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau sanksi
12. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara
13. Meminta bantuan ahli dalam pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana
14. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyebut kewenangan penyidikan dari Pegawai Negeri Sipil yakni dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sesuai UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Permendagri Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penyidik PNS di lingkungan Pemerintah Daerah.
Baca juga: Pakar Hukum: Satpol PP Bisa Jadi Penyidik Penanganan Covid-19
Masuknya pasal mengenai kewenangan Satpol PP dalam revisi Perda Nomor 2 Tahun 2020, lanjut Anies, karena penegakan pelanggaran protokol kesehatan dalam masa darurat pandemi COVID-19 perlu dilakukan kolaborasi dengan aparat penegak hukum lainnya dalam menindak pelanggar protokol kesehatan.
"Maka dalam hal ini, penyidik Polri diberikan wewenang untuk melakukan penyidikan selain PPNS dalam hal terjadi tindak pidana pelanggaran terhadap protokol kesehatan," ucap Anies, seperti dikutip Antara.
Hukuman pidana 3 bulan penjara untuk pelanggaran berulang
Selain memberikan kewenangan Satpol PP sebagai penyidik, Pemprov DKI juga mengusulkan pasal hukuman pidana 3 bulan penjara bagi pelanggar protokol kesehatan yang dilakukan berulang.
Rancangan itu tertulis dalam Pasal 32A yang berbunyi sebagai berikut:
Ayat (1): Setiap orang yang mengulangi perbuatan tidak menggunakan masker setelah dikenakan sanksi berupa kerja sosial atau denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (1), dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu).
Ayat (2): Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab perkantoran/tempat kerja, tempat usaha, tempat industri, perhotelan/penginapan lain yang sejenis dan tempat wisata yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan Covid-19 setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasall 14 ayat (4) huruf f, dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Ayat (3) Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggungjawab transportasi umum, termasuk perusahaan aplikasi transportasi daring yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan Covid-19 setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud pasal 14 Ayat 5 huruf c, pidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Baca juga: Satpol PP Dikhawatirkan Tambah Arogan jika Diberi Wewenang sebagai Penyidik
Ayat (4) Pelaku usaha pengelola, penyelenggara atau penanggungjawab warung makan, rumah makan, kafe atau restoran yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan Covid-19, setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (3) huruf c, dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Tujuan pemidanaan
Wakil Gubernur Riza Patria meminta semua pihak memahami tujuan revisi Perda Covid-19 ini untuk kebaikan bersama memutus mata rantai penularan Covid-19.
Dia meminta agar semua pihak tidak memandang revisi ini sebagai cara Pemprov DKI untuk memidanakan warganya.
"Tujuan pemidanaan (dalam revisi Perda) dipahami tidak untuk menghukum masyarakat, melainkan tercapainya tujuan bersama dari masyarakat itu sendiri," kata dia.
Dengan revisi ini, diharapkan penanggulangan Covid-19 di Jakarta bisa lebih efektif. Sehingga kepastian dari sisi kesehatan, pembangunan dan kesejahteraan bisa lebih terjamin.
Selain itu, Riza juga berpesan agar penegak hukum bisa bersikap lebih humanis saat menegakkan peraturan yang baru.
Politikus Partai Gerindra ini menyebut, perspektif hak asasi manusia harus menjadi prioritas aparat penegak Perda sehingga konflik bisa diminimalisir atau bahkan dihindari.
"Perasaan masyarakat sensitif akibat dampak Pandemi Covid-19 merasuk ke kehidupan perekonomian mereka, harus dijaga," ucap Riza.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.