JAKARTA, KOMPAS.com - Draf revisi Perda Covid-19 DKI Jakarta yang menjadikan pemidanaan sebagai cara penanggulangan utama pandemi Covid-19 merupakan sesuatu yang berbahaya. Pemidanaan dalam penegakkan protokol kesehatan Covid-19 akan mengarah ke terciptanya ketidakadilan bagi masyarakat.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Sustira Dirga, mengemukakan hal itu terkait adanya unsur pemidanaan dalam draf revisi Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 atau dikenal dengan sebutan Perda Covid-19.
Baca juga: JRMK: Isi Draf Revisi Perda Covid-19 Akan Bikin Warga Miskin Kota Tambah Sengara
"Bahwa pilihan untuk menggunakan pidana dalam mengontrol masyarakat, sejatinya itu tidak selalu strategis dan cenderung berpotensi menimbulkan ekses yang negatif," kata Sustira Dirga dalam konferensi pers virtual, Minggu (25/7/2021).
"Negara, dalam hal ini pemda, harusnya membatasi diri mengontrol dengan hukum pidana. Mereka seharusnya mengembalikan hukum pidana sebagai langkah terakhir," lanjut Dirga.
Pemerintah, kata dia, seharusnya kembali ke tanggung jawabnya untuk memberikan hak-hak dasar kepada masyarakat sebagaimana diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana untuk merevisi Perda Covid-19.
Berdasarkan draf perubahan Perda Covid-19 yang dikirimkan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani, Rabu lalu, terdapat pasal tambahan mengenai sanksi pidana yaitu Pasal 32A dan Pasal 32B.
Baca juga: LBH Jakarta Nilai Draf Revisi Perda Covid-19 DKI Jakarta Bias Kelas
Pasal 32A memuat sanksi pidana yang sebelumnya tidak ada dalam Perda Covid-19. Berikut bunyi Pasal 32A Ayat (1):
"Setiap orang yang mengulangi perbuatan tidak menggunakan masker setelah dikenakan sanksi berupa kerja sosial atau denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (1), dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu),"
Ayat (2):
"Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab perkantoran/tempat kerja, tempat usaha, tempat industri, perhotelan/penginapan lain yang sejenis dan tempat wisata yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan Covid-19 setelahdikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasall 14 ayat (4) huruf f, dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)."
Ayat (3):
"Pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggungjawab transportas umum, termasuk perusahaan aplikasi transportasi daring yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan Covid-19 setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud pasal 14 Ayat 5 huruf c, pidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah),"
Ayat (4):
"Pelaku usaha pengelola, penyelenggara atau penaggungjawab warung makan, rumah makan, kafe atau restoran yang mengulangi perbuatan pelanggaran protokol pencegahan Covid-19, setelah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (3) huruf c, dipidana dengan kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.