3. Ketahuan karena perusahaan melakukan kroscek
Pemalsuan ini terungkap ketika seorang pengguna jasa butuh surat swab antigen dengan keterangan negatif Covid-19 untuk pekerjaannya.
Imran mengatakan, perusahaan kemudian mengonfirmasi hasil swab tadi kepada klinik yang namanya tercantum dalam surat keterangan negatif Covid-19 itu.
"Perusahaan mengonfirmasi kepada klinik, ada atau tidak antigen atas nama dia ini, ternyata tidak ada. Yang asli kan pakai barcode. Ini tidak ada barcode," ungkap Imran.
4. Sudah 80 surat dicetak dalam sepekan
Jaringan ini disebut beroperasi sejak 18 Juli 2021 silam.
Dalam waktu singkat sebelum dicokok polisi, menurut Imran, sudah ada puluhan surat keterangan swab antigen palsu yang mereka terbitkan.
"Kira-kira selama seminggu itu ada sekitar 80 surat (palsu) yang sudah beredar," kata Imran kepada wartawan pada Selasa siang.
Meski demikian, A mengaku sudah mencetak surat palsu itu sejak sebulan terakhir. Kepada wartawan, ia mengaku order justru seret.
"Paling seminggu juga cuma 1. Dapatnya Rp 50.000 (per surat), buat beli kopi sama rokok saja sudah habis. Buat cari-cari uang rokok saja. Paling baru bikin 5 kali, belum banyak, sudah keburu ketahuan," kata dia soal motifnya.
5. Berantai
A mengaku menerima pesanan mencetak surat keterangan swab antigen palsu bukan dari pemesan langsung, melainkan dari seorang "koordinator".
"Karena permintaan saja, disuruh membuatkan. Dia minta saja begitu, dia kirim KTP, terus bilang, 'Buatkan, Bang', ya sudah dibikinin," kata A.
Imran mengamini, rantai jaringan ini dimulai dari pencari pemesan yang kemudian meneruskan pesanan ke perantara hingga sampai kepada A selaku pencetak surat palsu.
"Dari pemesan ada yang memberikan Rp 175.000, ke perantara berikutnya Rp 130.000, tapi ke pembuat (pencetak surat) sendiri itu Rp 50.000," ujar Imran.
"Jadi saya berpesan kepada masyarakat, tolong dicek, hasil surat keterangan rapid itu harus ada barcode-nya. Masyarakat harus hati-hati, dalam situasi begini pun banyak yang memanfaatkan, kelompok-kelompok tertentu mengambil keuntungan," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.