DEPOK, KOMPAS.com - Polres Metro Depok mengungkap jaringan pembuat surat swab antigen palsu pada Selasa (27/7/2021).
Jaringan ini berkomplot dengan berbagai peranan, mulai dari pencari pemesan hingga pencetak surat palsu. Total, polisi meringkus enam orang yang diduga terlibat dalam jaringan ini.
Keenamnya disangkakan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.
"Ancamannya 6 tahun penjara," ujar Kapolres Metro Depok Kombes Imran Edwin Siregar, Selasa siang.
Berikut Kompas.com merangkum sejumlah hal mengenai kasus ini:
1. Layani pemesan yang ingin hasil negatif Covid-19
Imran menjelaskan, rata-rata pemesan merupakan orang yang membutuhkan surat keterangan negatif Covid-19 untuk aneka keperluan.
Baca juga: Polisi Tangkap Komplotan Pembuat Surat Swab Palsu di Depok
"Modusnya, si pengguna (jasa) ini membutuhkan swab antigen, tapi harus dinyatakan negatif," ujar Imran.
"Dengan berbagai cara, dia paksakan untuk membuat surat ini," lanjutnya.
2. Catut nama klinik asli
Pencetak surat kemudian menerbitkan surat keterangan palsu ini dengan mengatasnamakan salah satu klinik.
"Jadi tidak ada pemeriksaan, tapi yang keluar hanya surat dan mengatasnamakan klinik tertentu. Yang dirugikan klinik tertentu itu juga," lanjut Imran.
Baca juga: Hati-hati, Pidana Mengintai Pembuat hingga Pengguna Surat Tes Swab Palsu
Satu tersangka berinisial A yang mengaku sebagai pencetak surat, mengaku "usahanya" seperti model percetakan pada umumnya saja.
Klinik yang namanya ia catut dalam surat keterangan palsu itu merupakan klinik yang betul-betul ada di dunia nyata.
"Stempelnya nge-crop saja dari stempelnya dia. Iseng-iseng saja belajarnya," sebut A.
3. Ketahuan karena perusahaan melakukan kroscek
Pemalsuan ini terungkap ketika seorang pengguna jasa butuh surat swab antigen dengan keterangan negatif Covid-19 untuk pekerjaannya.
Imran mengatakan, perusahaan kemudian mengonfirmasi hasil swab tadi kepada klinik yang namanya tercantum dalam surat keterangan negatif Covid-19 itu.
"Perusahaan mengonfirmasi kepada klinik, ada atau tidak antigen atas nama dia ini, ternyata tidak ada. Yang asli kan pakai barcode. Ini tidak ada barcode," ungkap Imran.
4. Sudah 80 surat dicetak dalam sepekan
Jaringan ini disebut beroperasi sejak 18 Juli 2021 silam.
Dalam waktu singkat sebelum dicokok polisi, menurut Imran, sudah ada puluhan surat keterangan swab antigen palsu yang mereka terbitkan.
"Kira-kira selama seminggu itu ada sekitar 80 surat (palsu) yang sudah beredar," kata Imran kepada wartawan pada Selasa siang.
Meski demikian, A mengaku sudah mencetak surat palsu itu sejak sebulan terakhir. Kepada wartawan, ia mengaku order justru seret.
"Paling seminggu juga cuma 1. Dapatnya Rp 50.000 (per surat), buat beli kopi sama rokok saja sudah habis. Buat cari-cari uang rokok saja. Paling baru bikin 5 kali, belum banyak, sudah keburu ketahuan," kata dia soal motifnya.
5. Berantai
A mengaku menerima pesanan mencetak surat keterangan swab antigen palsu bukan dari pemesan langsung, melainkan dari seorang "koordinator".
"Karena permintaan saja, disuruh membuatkan. Dia minta saja begitu, dia kirim KTP, terus bilang, 'Buatkan, Bang', ya sudah dibikinin," kata A.
Imran mengamini, rantai jaringan ini dimulai dari pencari pemesan yang kemudian meneruskan pesanan ke perantara hingga sampai kepada A selaku pencetak surat palsu.
"Dari pemesan ada yang memberikan Rp 175.000, ke perantara berikutnya Rp 130.000, tapi ke pembuat (pencetak surat) sendiri itu Rp 50.000," ujar Imran.
"Jadi saya berpesan kepada masyarakat, tolong dicek, hasil surat keterangan rapid itu harus ada barcode-nya. Masyarakat harus hati-hati, dalam situasi begini pun banyak yang memanfaatkan, kelompok-kelompok tertentu mengambil keuntungan," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.