JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah obat keras (berlogo merah dengan huruf K) yang digunakan untuk terapi Covid-19 masih diperdagangkan secara bebas di jagat maya oleh orang-orang awam.
Hal ini berbahaya karena obat keras itu, ambil contoh antivirus jenis Oseltamivir dan Favipiravir, hanya dapat ditebus dengan resep dokter dan tidak dapat dikonsumsi sembarangan.
Pada Rabu (28/7/2021), Kompas.com menemukan, salah seorang anggota grup jual beli sepeda di Facebook menawarkan Favipiravir 200mg 10 strip.
Ia mencantumkan harga Rp 4 juta untuk produk yang dijualnya itu.
"Isi 10 strip," tulis penjual.
Padahal, harga eceran tertinggi (HET) obat di masa pandemi Covid-19 yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan untuk Favipiravir hanya Rp 22.500 per tablet.
Di salah satu marketplace, Kompas.com juga menemukan salah satu akun menjual banyak obat terapi Covid-19 dengan harga gila-gilaan.
Baca juga: Naikkan Harga Obat Ivermectin 6 Kali Lipat, Toko Obat di Pasar Pramuka Disegel Polisi
Akun tersebut menawarkan Favipiravir ukuran 200mg dengan merek berbeda.
Favipiravir merek pertama dibanderol Rp 5,1 juta, sedangkan Favipiravir merek kedua dihargai Rp 7,85 juta.
Di media sosial Facebook, melalui grup yang mengaku sebagai komunitas penyintas Covid-19, salah satu akun juga menawarkan oseltamivir di dalam percakapan grup.
Si penjual mengaku bahwa oseltamivir itu merupakan sisa lebih dari pemakaiannya ketika terpapar Covid-19.
Di grup lain yang mengatasnamakan forum jual beli barang, ada anggota grup yang menyatakan bahwa "oseltamivir sudah ready" dengan harga Rp 350.000 isi 10 kapsul.
Padahal, HET yang ditetapkan Kemenkes untuk oseltamivir hanya Rp 26.000 per kapsul.
Ketika ada anggota grup yang menyambut tawaran itu, si penjual mengajaknya bercakap secara pribadi.
Presiden Joko Widodo sebelumnya mengecek ketersediaan sejumlah obat perawatan Covid-19 di apotek.
Jokowi mengunjungi apotek di Villa Duta di Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (23/7/2021) sore.
Obat Favipiravir salah satu yang ditanyakan Jokowi. Namun, stoknya kosong.
Baca juga: Tak Temukan Obat Covid-19 di Apotek, Jokowi: Terus Saya Cari ke Mana?
Obat lain yang ditanya Kepala Negara adalah Oseltamivir.
"Ini mau cari obat antivirus yang Oseltamivir," kata Jokowi.
"Oseltamivir sudah kosong, Pak," jawab petugas apotek yang tak diketahui namanya.
Mendengar jawaban petugas, Jokowi lantas bertanya harus ke mana ia mencari Oseltamivir.
"Terus saya cari ke mana kalau mau cari?" tanya Jokowi sambil mengangkat kedua bahunya.
"Nah itu, kita juga sudah tidak dapat barang," jawab petugas.
Menemukan fakta tersebut, Jokowi kemudian menelepon Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Baca juga: Jokowi Telepon Menkes: Saya Cari Obat Antivirus Enggak Ada
Jokowi melaporkan kondisi ketiadaan stok obat antibiotik, antivirus, dan sejumlah vitamin di apotek itu.
"Pak, ini saya cari obat antivirus oseltamivir enggak ada. Cari lagi yang obat antivirus yang Favipiravir juga enggak ada. Kosong. Saya cari obat yang antibiotik Azithromycin juga enggak ada," ujar Jokowi, dikutip dari akun YouTube Sekretariat Presiden, Jumat malam.
Mendengar laporan dari Kepala Negara, Budi mengatakan akan langsung melakukan pengecekan.
Langkanya sejumlah obat perawatan pasien Covid-19 ditengarai berkaitan langsung dengan melonjaknya pasien selama sebulan terakhir.
Bahkan, apotek sempat dibanjiri sejumlah warga yang kerabatnya positif Covid-19.
Banyak informasi beredar di media sosial soal obat-obatan yang perlu dikonsumsi saat isolasi mandiri, termasuk di antaranya obat-obat keras itu.
Padahal, obat-obat keras itu hanya dapat ditebus dengan resep dokter. Jika tidak, obat bisa malah dapat membahayakan kesehatan konsumen.
"Bagaimana bahaya konsumsi obat tanpa pengawasan dokter, ya bahaya," kata Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia, Zubairi Djoerban, kepada Kompas.com, Sabtu (3/7/2021).
Jangankan orang awam, apotek saja harus menjual obat-obatan keras ini secara ketat dan memastikan bahwa pembelinya betul-betul mengonsumsi obat tersebut atas resep dokter.
"Diatur undang-undang lho, bahwa apotek tidak boleh menjual antibiotik daftar G (obat keras), apalagi antivirus kepada masyarakat langsung, harus dengan resep dokter," jelas Zubairi.
"Penanggung jawab apotek harus sadar kali ini, bahwa memang mereka perlu obat-obatannya laris diberi orang, namun ada aturan ada undang-undangnya bahwa obat antibiotik dan antivirus bukan untuk dibeli bebas, tidak boleh dijual bebas," tegasnya.
Zubairi juga menyoroti klaim-klaim dan testimoni kesembuhan para pasien Covid-19 yang dianggap merupakan hasil dari konsumsi obat tertentu.
Nyatanya, ada banyak faktor penyebab pasien Covid-19 pulih dan kembali negatif.
Bahkan, dengan penanganan yang baik, pasien Covid-19 dengan gejala ringan atau tanpa gejala memang akan negatif seiring berjalannya waktu.
"Kita semua tahu bahwa pasien Covid-19, 80 persen, 90 persen lebih akan sembuh. Angka kematian untuk Jakarta di bawah 2 persen dan di provinsi lain bawah 3 persen," ujar Zubairi.
"Jadi memang tanpa obat apa pun, OTG dan pasien bergejala ringan itu akan sembuh spontan," tambahnya.
Kepolisian belakangan menangkap para pelaku yang menjual dengan harga berkali-kali lipat sejumlah barang kebutuhan pasien Covid-19.
Baca juga: Kapolda Metro: Jangan Manfaatkan Pandemi untuk Kejahatan, Kami Tindak Tegas
Kapolda Metro Jaya Irjen Mohammad Fadil Imran mengingatkan, jangan sampai ada yang memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 untuk berbuat kejahatan demi meraup keuntungan pribadi. Ia memastikan polisi akan menindak tegas.
"Kita mengirimkan pesan kepada mereka-mereka yang berusaha dan tetap bermain di tengah situasi pandemi ini melakukan kejahatan, kami akan tindak tegas tanpa pandang bulu," kata Fadil di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Selasa (27/7/2021), seperti dilansir Tribunnews.com.
Fadil menilai, kasus penjualan tabung oksigen yang dijual hingga berkali-kali lipat dari harga normal menjadi salah satu contoh kejahatan yang memanfaatkan situasi pandemi.
Fadil memastikan polisi akan menindak tegas jika terjadi kasus serupa terjadi kembali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.