JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi menegaskan bahwa foto viral nota pembayaran tarif kremasi jenazah Rp 45 juta yang diterbitkan Rumah Duka Abadi, Jakarta Barat, bukanlah milik Martin, warga Jakarta Barat yang mengungkap dugaan adanya kartel kremasi yang ia tuangkan dalam pesan berantai 'Diperas Kartel Kremasi'.
"Bukan, bukan (nota milik Martin), Martin juga enggak tahu itu dari siapa," kata Kanit Krimum Polres Jakarta Barat AKP Avrilendy kepada wartawan Rabu (28/7/2021).
Diketahui, nota tersebut milik seorang warga bernama Astrid. Astrid dan Martin tak saling mengenal.
Namun demikian, polisi belum menerima laporan dari Astrid maupun Martin.
"Sampai saat ini mereka nggak buat laporan," kata Avrilendy.
Baca juga: Polisi Sebut Tidak Ada Kartel Kremasi, tapi Praktik Percaloan
Sebelumnya, di media sosial, beredar foto nota pembayaran pelayanan Rumah Duka Abadi di Grogol Petamburan, Jakarta Barat.
Dalam nota yang beredar itu tertera total tagihan dari rumah duka sebesar Rp 80 juta. Rinciannya untuk peti jenazah Rp 25 juta, transportasi Rp 7,5 juta, kremasi Rp 45 juta, dan pemulasaraan Rp 2,5 juta. Nota itu berkop Rumah Duka Abadi.
Rumah Duka Abadi sendiri membantah jika pihaknya yang disebut menetapkan besaran tarif tersebut. Pasalnya, Rumah duka itu menyatakan tidak memiliki layanan kremasi jenazah.
"Bisnis kami itu ambulans, peti, dan rumah persemayaman. Tidak ada kremasi," kata Business Development Rumah Duka Abadi, Indra Paulus, Senin (19/7/2021).
Indra menyatakan benar bahwa nota itu dikeluarkan pihaknya. Namun, layanan kremasi jenazah dilakukan pihak ketiga, bukan oleh pihaknya. Pihaknya hanya membantu dalam menghubungkan pihak keluarga jenazah dengan krematorium.
Pada waktu yang kurang lebih bersamaan, tersebar sebuah pesan berantai bertajuk 'Diperas Kartel Kremasi' yang ditulis oleh Martin.
Baca juga: Kasus Calo Kremasi, Polisi Periksa Agen Jasa Layanan Terkait Kematian
Dalam pesan tersebut, Martin mengatakan bahwa ibunya meninggal dunia pada 12 Juli 2021. Dinas Pemakaman DKI Jakarta membantu mencarikan kremotrium untuk ibunya.
"Kemudian kita dihampiri orang yang mengaku Dinas Pemakaman menyampaikan bahwa paket kremasi Rp 48,8 juta, jenazah bisa segera dikremasi di Karawang dan harus cepat karena RS lain juga ada yang mau ambil slot ini," tulis orang bernaama Martin dalam pesan tersebut.
Martin mengaku terkejut dengan biaya yang disebutkan petugas. Pasalnya, enam minggu sebelumnya, kakak Martin meninggal dunia dan dikremasi dengan biaya tak sampai Rp 10 juta. Dua minggu setelahnya, besan dari kakak Martin dan anak perempuannya juga meninggal dunia akibat Covid-19. Saat itu biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 24 juta per orang.
"Bagaimana harga bisa meroket begini tinggi dalam waktu singkat?" kata Martin.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.