"Di kami itu ada aplikasi digital, jadi pengamanannya berlapis. Misal, Bapak A nerima BST. Kan dia sudah terima surat panggilannya. Pada saat kita datang ke rumah, kita cocokkan dulu tuh, mana surat panggilannya, mana KTP, mana kartu keluarganya. Begitu cocok, KPM tanda tangan sebagai tanda sah dia menerima Rp 600.000. Itu ijab kabulnya begitu," beber Cecep, kemarin.
"Setelah tanda tangan itu, KPM-nya kan kita foto KTP-nya maupun orangnya sambil memegang uang. Step by step sudah urutan. Tidak mungkin dipotong urutannya. Setelah itu ada yang memungut atau mendatangi, sudah di luar ranah Pos," tutupnya.
Surat itu, menurut Cecep, dipegang masing-masing KPM setelah dibagikan oleh pengurus lingkungan.
Baca juga: Sebagian Petugas RT/RW di Depok Minta Pungutan, Kantor Pos Klaim Penyaluran BST Door to Door
Di sini lah celahnya. Bagaimana jika pengurus lingkungan tidak membagikan KTP dan surat panggilan itu kepada masing-masing KPM?
Setidaknya itu yang terjadi kepada Alif, salah seorang warga Depok yang ibunya mengalami penarikan pungutan.
Ia berujar, ibunya tidak menerima BST dari petugas Kantor Pos secara langsung, melainkan dari kader PKK. Modus kader tersebut: menjadikan surat panggilan/undangan sebagai tebusan BST.
"Jadi di awal pas pengambilan surat itulah harus bayar Rp 30.000. Surat buat menebus BST-nya," kata Alif kepada Kompas.com.
Salah seorang warga RW 05 Kelurahan Beji, wilayah yang berujung jadi sorotan karena adanya pungutan untuk servis mobil ambulans, juga mengakui bahwa ia tidak menerima BST dari petugas Kantor Pos.
Ia mengambil BST di tempat tertentu yang diterapkan oleh pengurus lingkungan jadi titik kumpul pengambilan BST.
"Ambilnya ya di sini, enggak door to door," kata dia dalam rekaman yang diterima Kompas.com.
Pemkot tegas larang pungutan
Sebelumnya, Kepala Dinas Sosial Kota Depok Usman Haliyana telah mewanti-wanti agar para pengurus lingkungan tidak melakukan pemotongan atau menarik pungutan atas BST yang seharusnya diterima warga utuh Rp 600.000.
"Tidak boleh ada potongan apa pun, dengan dalih apa pun. Tidak dibenarkan. Melanggar aturan," kata Usman ketika dihubungi Kompas.com pada Selasa (27/7/2021).
"Intinya, pemerintah tidak ada potongan apa pun. Jadi kalau ada pungutan apa pun, ya jangan dikasih," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.