DEPOK, KOMPAS.com - Sebagian warga Depok mengeluhkan adanya potongan dan pungutan dari pengurus lingkungan ketika mereka hendak mengambil bantuan sosial tunai (BST).
Keluhan ini kemudian diunggah ke akun-akun media sosial. Pada akun @infodepok_id, misalnya, warga menyebut bahwa potongan bervariasi antarwilayah, dari Rp 30.000 sampai Rp 50.000.
Pungutan ini praktis membuat nominal BST yang seharusnya mereka jadi terpotong karena harus ada biaya lebih yang dikeluarkan.
Baca juga: Unggahan Viral Potongan BST untuk Bensin Ambulans di Depok, Ini Klarifikasi Ketua RW
"Saudara saya sudah dapat uang saja 600, ada potongan 50 per orang alasannya untuk diberikan kepada kantor pos," tulis salah satu warganet.
"Sama, di tempat saya juga di Pancoran Mas 50rb per KK," sahut yang lain.
"20rb min, buat upah capek katanya," tambah warganet lain.
"Emak gue disuruh bayar 30rb kalau mau ambil suratnya," netizen lain menimpali.
"Tempat saya dipotong 50rb sama RT-nya langsung. Ditanya buat apa, nggak dijawab. Bilangnya per KK dipotong 50rb," jawab yang lain.
Teranyar, sorotan mengarah pada pembagian BST di RW 05 Kelurahan Beji.
Ada pungutan Rp 50.000 di sana, yang belakangan diketahui akan dipakai oleh pengurus lingkungan untuk mereparasi mobil ambulans milik RW dan mengongkosi program kain kafan gratis yang selama ini sudah berjalan menggunakan sumbangan sukarela warga.
Tentu saja, modus pemotongan maupun penarikan pungutan dengan dalih sukarela ini tidak terjadi di seluruh wilayah di Depok. Ada pula wilayah-wilayah yang warganya menerima BST dengan nomimal utuh.
Namun, adanya warga yang mengaku dipungut biaya oleh pengurus lingkunfan saat hendak mengambil BST membuktikan bahwa masih ada celah kecurangan dalam sistem yang dijalankan saat ini.
Klaim door to door dipertanyakan
Kepala Kantor Pos Depok, Jawa Barat, Cecep Priadi Usman bersikukuh bahwa bantuan sosial tunai (BST) yang menggunakan jasa PT Pos Indonesia disalurkan dari rumah ke rumah sesuai ketentuan.
Cecep mengeklaim, tidak mungkin pilih jalan pintas dengan menitipkan sejumlah BST ke pengurus lingkungan.
"Di kami itu ada aplikasi digital, jadi pengamanannya berlapis. Misal, Bapak A nerima BST. Kan dia sudah terima surat panggilannya. Pada saat kita datang ke rumah, kita cocokkan dulu tuh, mana surat panggilannya, mana KTP, mana kartu keluarganya. Begitu cocok, KPM tanda tangan sebagai tanda sah dia menerima Rp 600.000. Itu ijab kabulnya begitu," beber Cecep, kemarin.
"Setelah tanda tangan itu, KPM-nya kan kita foto KTP-nya maupun orangnya sambil memegang uang. Step by step sudah urutan. Tidak mungkin dipotong urutannya. Setelah itu ada yang memungut atau mendatangi, sudah di luar ranah Pos," tutupnya.
Surat itu, menurut Cecep, dipegang masing-masing KPM setelah dibagikan oleh pengurus lingkungan.
Baca juga: Sebagian Petugas RT/RW di Depok Minta Pungutan, Kantor Pos Klaim Penyaluran BST Door to Door
Di sini lah celahnya. Bagaimana jika pengurus lingkungan tidak membagikan KTP dan surat panggilan itu kepada masing-masing KPM?
Setidaknya itu yang terjadi kepada Alif, salah seorang warga Depok yang ibunya mengalami penarikan pungutan.
Ia berujar, ibunya tidak menerima BST dari petugas Kantor Pos secara langsung, melainkan dari kader PKK. Modus kader tersebut: menjadikan surat panggilan/undangan sebagai tebusan BST.
"Jadi di awal pas pengambilan surat itulah harus bayar Rp 30.000. Surat buat menebus BST-nya," kata Alif kepada Kompas.com.
Salah seorang warga RW 05 Kelurahan Beji, wilayah yang berujung jadi sorotan karena adanya pungutan untuk servis mobil ambulans, juga mengakui bahwa ia tidak menerima BST dari petugas Kantor Pos.
Ia mengambil BST di tempat tertentu yang diterapkan oleh pengurus lingkungan jadi titik kumpul pengambilan BST.
"Ambilnya ya di sini, enggak door to door," kata dia dalam rekaman yang diterima Kompas.com.
Pemkot tegas larang pungutan
Sebelumnya, Kepala Dinas Sosial Kota Depok Usman Haliyana telah mewanti-wanti agar para pengurus lingkungan tidak melakukan pemotongan atau menarik pungutan atas BST yang seharusnya diterima warga utuh Rp 600.000.
"Tidak boleh ada potongan apa pun, dengan dalih apa pun. Tidak dibenarkan. Melanggar aturan," kata Usman ketika dihubungi Kompas.com pada Selasa (27/7/2021).
"Intinya, pemerintah tidak ada potongan apa pun. Jadi kalau ada pungutan apa pun, ya jangan dikasih," tambahnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.