JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam enam tahun terakhir, petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU), atau biasa dikenal pasukan oranye, sudah menjadi andalan warga Jakarta dalam banyak hal.
PPSU yang awalnya ditugaskan untuk menjaga kebersihan kota, kini diandalkan dalam penanganan jenazah pasien Covid-19 yang meninggal saat menjalani isolasi mandiri (isoman) di rumah.
Pada 2015, dua hari jelang Hari Kemerdekaan Ke-70 RI, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama menyambut puluhan ribu pekerja lepas, yang sepertiganya adalah PPSU.
Di hadapan ribuan pekerja kontrak dinas teknis lainnya, Basuki berbicara kepada pekerja PPSU yang baru bergabung dengan kaus, helm, dan sepatu boots mencolok dengan warna oranye.
”Kita akan memulai babak baru. Itulah kenapa Saudara direkrut dan dikumpulkan di sini. Ini sudah Ulang Tahun Kemerdekaan Ke-70 RI. Tidak boleh lagi Jakarta berantakan dan kotor di mana-mana, got mampat tidak ada yang peduli, tidak ada yang membersihkan. Jakarta harus bebas sampah, tidak ada lagi toleransi (terhadap sampah),” kata pria yang akrab disapa Ahok ini seperti dilansir Kompas.
Baca juga: Berakhir Hari Ini, Bagaimana Kelanjutan PPKM Level 4 di Jakarta?
Selain membersihkan kota, petugas PPSU beberapa kali terlibat proyek besar di luar pekerjaan utamanya.
Di antaranya adalah penyelenggaraan Asian Games dan Asian Para Games di Jakarta 2018 di mana petugas PPSU mendadak menjadi pelukis mural di jalanan Ibu Kota.
Di saat Jakarta terpuruk oleh pandemi lebih dari satu tahun terakhir, kiprah pasukan oranye tetap berkibar.
Berbekal video tata cara pemulasaraan jenazah, lima pasukan oranye dari Kelurahan Gelora, Kecamatan Tanah Abang, terjun sebagai tim pemulasaraan jenazah. Sejak bulan lalu mereka telah menangani tujuh jenazah kasus Covid-19.
”Kami lakukan pemulasaraan seperti yang ditonton dalam video. Awalnya takut, tetapi seiring waktu jadi bisa,” ucap Endah Setiowati (42), salah satu anggota pasukan oranye, ketika dijumpai pada Senin (19/7/2021).
Baca juga: Warga DKI yang Sudah Vaksin Dua Kali Bisa ke Mana Saja, Ini Kata Epidemiolog
Mereka siap sedia di kantor kelurahan hingga ada panggilan pemulasaraan.
Kelurahan membekali mereka dengan alat dan cairan disinfeksi, minuman kemasan, alat pemulasaraan, dan alat pelindung diri serta satu minibus dengan seorang sopir untuk mobilitas.
Ibu tiga anak ini menyebutkan, tugas mereka mulai dari membersihkan jenazah, mengafani, membungkus dengan plastik, hingga memasukkan ke dalam peti. Setelahnya ada tim lain yang membawa jenazah ke tempat pemakaman umum.
”Ternyata susah menangani jenazah dengan APD lengkap. Pengap sampai hampir pingsan,” katanya.
Siti Masitoh (30), anggota tim pemulasaraan jenazah Kelurahan Gelora, juga kerepotan saat pertama menangani jenazah.
Baca juga: Donor ASI Bermunculan Saat Banyak Ibu Meninggal karena Covid-19, Ini Pro dan Kontranya
Rasa takut, khawatir, dan panik bercampur jadi satu. Bahkan, keluarga selalu mengingatkannya untuk cermat ketika bertugas dan kembali ke rumah dalam keadaan bersih atau steril.
”Sebenarnya takut karena lagi pandemi Covid-19, tetapi hitung-hitung tabungan amal,” ujarnya.
Ibu satu anak ini menuturkan, ada saja selentingan dari sesama pekerja kalau mereka punya sampingan.
Padahal, mereka bekerja sukarela tanpa insentif dengan prinsip, kalau diberi tanda jasa seikhlasnya syukur, jika tidak juga tetap bersyukur. (Kompas/ Erika Kurnia, Fransiskus Wisnu Wardhana Dany)
Artikel ini telah tayang sebelumnya di Kompas.id dengan judul “”Si Oranye” yang Serba Bisa dan Selalu di Depan”.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.