"Saya tidak kehilangan rasa dan penciuman, tapi rasa yang saya rasakan hanya asin dan pahit. Itu sebabnya nafsu makan saya hancur dalam proses dua minggu. Berat saya turun 8 kilogram," ungkap Nugroho.
Baca juga: Berakhir Hari Ini, Bagaimana Kelanjutan PPKM Level 4 di Jakarta?
Ia tak bisa dan tak berani tidur. Tiga menit sekali ia harus menghirup oksigen dari tabung. Saturasi oksigennya sering turun hingga 94, membuatnya kerap merasa terengah-engah.
Hari kedelapan dan sembilan setelah merasakan gejala, Nugroho berinisiatif untuk jalan-jalan mondar-mandir di rumah, memberikan gerak bagi tubuhnya supaya meningkat metabolisme.
Hari keempat belas, ia tes dan dinyatakan negatif Covid-19. Dari informasi yang ia terima, sejumlah penyintas Covid-19 mengalami pengentalan darah.
Karena keadaan badannya sempat drop, ia periksa ke laboratorium.
Ia memeriksakan darahnya, dengan melakukan cek hematologi lengkap ditambah pemeriksaan d-dimer (uji pengentalan darah), serta paru-parunya dengan melakukan rontgen toraks.
"Saya dapatkan d-dimer saya tinggi. Normalnya orang 500, saya 2.100," ungkapnya.
Baca juga: PGC Dibuka Lagi, Pengunjung Harus Tunjukkan Bukti Vaksinasi Covid-19
Hasil rontgen paru-paru Nugroho, seperti sudah disinggung di awal artikel ini, juga tak membawa kabar baik.
Nugroho menderita pengentalan darah dan pneumonia karena Covid-19, walaupun sudah negatif.
Keadaan ini tidak terdeteksi karena ia menjalani isolasi mandiri, bukan dirawat di rumah sakit di mana kesehatannya terpantau oleh dokter dan sewaktu-waktu dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Nugroho enggan meratap. Dokter memberinya obat antivirus guna melenyapkan infeksi di paru-parunya. Tapi, obat itu tidak dapat menghilangkan kabut dan bercak di paru-parunya.
"Menghilangkannya harus terapi dan latihan fisik," kata dia.
Masalahnya, latihan fisik dengan keadaan darah mengental justru bisa mengundang risiko kesehatan lain yang tak kalah bahaya.
Darah yang mengental dapat menghambat aliran darah. Olahraga akan menaikkan detak jantung, sedangkan pembuluh darah mungkin tersumbat. Efek terburuk yang menghantui adalah serangan jantung dan stroke.
Baca juga: Anies Sebut Warga yang Sudah Divaksin Dua Kali Bisa Bebas ke Mana Saja
Nugroho terpaksa harus mengendalikan kekentalan darahnya terlebih dulu. Ia mengonsumsi semua asupan yang diperlukan untuk mengencerkan darah, semisal nanas dan kacang almon, juga mengonsumsi obat antistroke.
Sedikit berhasil. Indikator d-dimer dalam pemeriksaan kali kedua sudah turun ke 1.400. Namun, angka itu masih jauh dari 500.
Butuh waktu lama agar kekentalan darah itu bisa kembali normal, sedangkan paru-paru Nugroho butuh segera diterapi. Dokter kemudian memberikannya obat pengencer darah.
"Obat pengencer darah biasanya efektif, tapi obat ini juga bahaya. Kalau penggumpalannya tidak tinggi, malah bisa pendarahan. Tersayat sedikit darah bisa keluar tidak habis-habisnya," ungkapnya.