Nugroho tak mau hanya mengandalkan obat pengencer darah. Sebagai orang yang selama ini doyan olahraga, ia juga melatih tubuhnya dengan berjalan kaki selama 4-5 jam, dengan jarak 10 kilometer lebih.
"Saya belum berani bersepeda lagi. Saya sering enggak bisa kontrol. Jalan kaki itu detak jantungnya paling 120-130. Kalau sepeda, saat kita terbawa, bisa 165," tambahnya.
Ikhtiar itu membawanya segera sembuh. Berdasarkan pemeriksaan teranyar yang hasilnya terbit kemarin, indikator d-dimer dari tes darah Nugroho sudah kembali ke kisaran 400.
Nugroho merasa dirinya cukup terlambat memeriksakan darah dan paru-parunya. Ia pun menyarankan supaya para penderita Covid-19 segera memeriksakan darah dan paru-paru secepat mungkin.
"Sebaiknya orang yang memilih untuk berobat mandiri, isolasi mandiri, sebaiknya begitu dinyatakan positif, langsung memeriksakan darahnya, cek hematologi lengkap, lalu sebaiknya juga cek d-dimer, toraks, dan komorbidnya. Punya riwayat gula, periksakan gulanya. Sebaiknya orang melakukan itu semua di awal Covid-19," jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban juga menyebutkan bahwa pasien Covid-19 kemungkinan memiliki pneumonia di paru-parunya.
"Ternyata cukup lumayan (banyak) orang yang OTG atau gejala ringan itu kalau dirontgen ditemukan ada pneumonia. Harusnya OTG dan gejala ringan yang rontgennya ada pneumonia itu dirawat inap," jelas Zubairi kepada Kompas.com.
Baca juga: Anies: Jakarta Zona Aman Covid-19 jika Positivity Rate di Bawah 5 Persen
"Kalau RS penuh ya harusnya dirawat di Wisma Atlet. Kalau semuanya penuh ya minta berobat di IGD Covid-19, minta obatnya, kemudian diobati di rumah namun dimonitor dengan IGD rumah sakit tersebut," ungkapnya.
Masalahnya, tak sedikit orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 dari hasil tes PCR merasa dirinya baik-baik saja dan hanya mengalami gejala ringan seperti batuk, demam, dan sedikit sesak napas.
Hal itu yang kerap menimbulkan keyakinan bahwa mereka akan aman saat menjalani isolasi mandiri.
"Ada orang yang merasa OTG, namun ketika diukur suhunya 38 derajat, (ia menjawab), 'Iya, kemarin aku 38 derajat, tapi sekarang setelah minum parasetamol sudah turun'. Ini sebetulnya bukan OTG," jelas Zubairi.
"Atau pasien ada batuk-batuk dengan sesak, itu bukan OTG," lanjutnya.
Baca juga: Penumpang MRT Jakarta Turun Selama PPKM Darurat dan Level 4, Hanya 5 Persen dari Kapasitas
Ia menyarankan agar orang yang positif Covid-19 segera menindaklanjuti hasil tes PCR-nya dengan foto rontgen toraks untuk mengetahui kemungkinan adanya pneumonia di paru-parunya.
Penanganan yang terlambat dapat berakibat fatal.
"Semua orang yang positif PCR itu memang wajib thorax photo. Mengapa? Cukup banyak pasien yang datang ke RS rujukan dalam sesak napas," kata dia.
"Sudah terlambat karena selama di rumah merasa OTG atau gejala ringan yamg hanya perlu isolasi mandiri," pungkas Zubairi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.