Itu pun belum menghitung harga obat yang mesti ditebus -obat antistroke dan obat pengencer darah, misalnya.
"Saya bilang terus terang, 'dok, kalau bisa obatnya generik semua'. Untung, dia bisa memenuhi, kecuali dia tidak punya," ujar Nugroho.
"Jadi, totalnya sekali periksa itu bisa hingga Rp 2 juta. Sedikitnya saya sudah tiga kali periksa," lanjutnya.
Sudah begitu, lantaran statusnya sebagai lansia, Nugroho juga perlu mempercepat pemulihan dirinya dengan suplemen. Barang ini juga tidak murah.
"Di pasar itu ada yang Rp 200.000, ada yang jutaan. Beberapa saya dapat dikirim teman. Begitu saya cek ternyata yang harganya Rp 1,5 juta ini. Saya kebetulan saja banyak dapat bantuan walaupun posisi isolasi mandiri," ujar dia.
"Kalau ngomong stamina, saya orang yang fit. Begitu kena Covid-19, tumbang," sebut Nugroho.
"Memang kombinasi. Bukan hanya harus fit, tapi umur jangan tua. Kalau orang tua mau fit kayak apa, pasti dibikin hancur (oleh Covid-19). Umur menentukan," ujarnya.
Nugroho enggan meratap. Ia mengonsumsi semua asupan yang diperlukan untuk mengencerkan darah, semisal nanas dan kacang almon, juga mengonsumsi obat antistroke.
Sedikit berhasil. Indikator d-dimer dalam pemeriksaan kali kedua sudah turun ke 1.400. Namun, angka itu masih jauh dari 500.
Butuh waktu lama agar kekentalan darah itu bisa kembali normal, sementara paru-paru Nugroho butuh segera diterapi. Dokter kemudian memberikannya obat pengencer darah.
"Obat pengencer darah biasanya efektif. Tapi obat ini juga bahaya. Kalau penggumpalannya tidak tinggi, malah bisa pendarahan. Tersayat sedikit darah bisa keluar tidak habis-habisnya," ungkapnya.
Nugroho tak mau hanya mengandalkan obat pengencer darah. Sebagai orang yang selama ini doyan olahraga, ia juga melatih tubuhnya dengan berjalan kaki selama 4-5 jam, dengan jarak 10 kilometer lebih.
"Saya belum berani bersepeda lagi. Saya sering enggak bisa kontrol. Jalan kaki itu detak jantungnya paling 120-130. Kalau sepeda, saat kita terbawa, bisa 165," tambahnya.
Ikhtiar itu membawanya segera sembuh. Berdasarkan pemeriksaan teranyar yang hasilnya terbit kemarin, indikator d-dimer dari tes darah Nugroho sudah kembali ke kisaran 400.
Walau demikian, Nugroho merasa dirinya cukup terlambat memeriksakan darah dan paru-parunya. Ia menyarankan supaya para penderita Covid-19 segera memeriksakannya secepat mungkin.
"Sebaiknya orang yang memilih untuk berobat mandiri, isolasi mandiri, sebaiknya begitu dinyatakan positif, langsung memeriksakan darahnya, cek hematologi lengkap, lalu sebaiknya juga cek d-dimer, thorax, dan komorbidnya. Punya riwayat gula, periksakan gulanya. Sebaiknya orang melakukan itu semua di awal Covid-19," kata dia.
Sebelumnya, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Zubairi Djoerban juga menyebutkan bahwa pasien Covid-19 kemungkinan memiliki pneumoni di paru-parunya.
"Ternyata cukup lumayan (banyak) orang yang OTG atau gejala ringan itu kalau dirontgen ditemukan ada pneumoni. Harusnya OTG dan gejala ringan yang rontgennya ada pneumoni itu dirawat inap," ujar Zubairi kepada Kompas.com.
"Kalau RS penuh ya harusnya dirawat di Wisma Atlet. Kalau semuanya penuh ya minta berobat di IGD Covid-19, minta obatnya, kemudian diobati di rumah namun dimonitor dengan IGD rumah sakit tersebut," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.