"Saya meminta dengan sangat agar Kejaksaan Negeri Depok melakukan gelar dan menetapkan tersangka. Dan tersangka itu, ibaratnya, jangan hanya 'ikan teri'. Paling tidak, kepala dinas, karena patut diduga dia terlibat. Ini sudah berlangsung beberapa tahun," ujar Razman kepada Kompas.com, kemarin.
"Masak urusan itu 3 bulan belum dapat siapa pelakunya, apalagi sudah ada pengakuan bendahara bahwa ada pemotongan, termasuk soal PDL, honor. Kalau tidak (segera ditetapkan tersangka), kita wajar saja kalau bertanya-tanya, ada apa ini kejaksaan kok (lama) menetapkan tersangka di tingkat kota? KPK saja (menetapkan tersangka korupsi) menteri gampang," tandasnya.
Sandi sebelumnya secara terbuka mengungkap dugaan praktik korupsi atasannya.
“Kita tahu lah (sebagai) anggota lapangan, kita tahu kualitas, seperti harga selang dia bilang harganya jutaan rupiah, akan tetapi selang sekali pakai hanya beberapa tekanan saja sudah jebol,” kata Sandi, April 2021 lalu.
Ia juga mengemukakan soal pengadaan sepatu pakaian dinas lapangan (PDL) yang antara mutu dengan harganya tak sebanding.
Sepatu itu hasil pengadaan pada 2018 lalu. Penelusuran Kompas.com pada lewat situs resmi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, pagu anggaran pengadaan dengan item bernama
"Belanja Sepatu PDL Pemadam Kebakaran" itu mencapai Rp 199,75 juta, sebanyak 235 pasang.
Itu berarti, harga setiap pasang sepatu itu mencapai sekitar Rp 850.000.
Sandi mempertanyakan mutu sepatu yang kini diserahkan ke kejaksaan sebagai barang bukti itu, lantaran tak seperti sepatu-sepatu PDL pada lazimnya, sepatu itu disebut tak dilengkapi besi pengaman.
"Saya lihat di online dengan gambar yang persis, kualitas yang sama, merek yang sama, itu kisaran Rp 400.000," ujarnya.
Baca juga: Bongkar Dugaan Korupsi Damkar Depok, Sandi Mengaku Diminta Sebut Nominal agar Damai
Sandi juga mengeluhkan perlengkapan yang tak tersedia di instansinya bekerja. Gagang khusus untuk menangkap ular, misalnya, harus dibuat sendiri oleh para petugas pemadam kebakaran karena tak tersedia. Kendaraan operasional juga jadi soal.
"Terkadang kita panggilan evakuasi naik motor pribadi," kata Sandi soal ketiadaan kendaraan operasional berupa sepeda motor.
"Untuk penyelamatan, evakuasi tawon, ular, dan sebagainya, juga kita pikir kalau kita bawa unit (mobil), itu TKP-nya gang sempit, enggak akan muat untuk mobil kita," tambah dia.
Selain pengadaan perlengkapan yang tak sesuai spesifikasi, Sandi juga mengaku tak menerima hak-hak finansial secara penuh.
“Hak-hak kita, pernah merasakan anggota disuruh tanda tangan Rp 1,8 juta, menerima uangnya setengahnya Rp 850.000. Itu dana untuk nyemprot (desinfektan) waktu zaman awal Covid-19," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.