DEPOK, KOMPAS.com - Kota Depok kembali menuai perhatian dalam hal pandemi Covid-19.
Penyebabnya, Satgas Penanganan Covid-19 Kota Depok membantah pernyataan Satgas Covid-19 RI yang menyebut bahwa Depok jadi wilayah dengan jumlah kasus aktif terbanyak di Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan oleh juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, bahwa kasus aktif Covid-19 di Depok pada Kamis (5/8/2021) sebanyak 27.389 pasien.
Padahal, dalam data real perkembangan kasus Covid-19 yang dihimpun Kompas.com dari laporan harian Satgas Kota Depok, tak sekalipun kasus aktif Covid-19 di Depok melebihi 15.000 pasien, bahkan pada saat puncak gelombang kedua pada Juli 2021.
Baca juga: Serbaneka Selisih Data Covid-19 Depok dan Nasional Saat Pandemi Sudah 10 Bulan
Pernyataan Wiku pun langsung dibantah oleh Satgas Penanganan Covid-19 Kota Depok. Dalam data di hari yang sama dengan pengumuman Wiku, jumlah kasus aktif Covid-19 di Depok tercatat "hanya" tersisa 9.519 pasien.
Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Kota Depok Dadang Wihana mengungkit masalah kesenjangan data antara daerah dan nasional yang sampai sekarang tak kunjung beres dan malah kian parah.
"Data yang dirilis jubir satgas pusat kemarin adalah data yang belum mencerminkan data real di Kota Depok," kata Dadang kepada Kompas.com, Jumat (6/8/2021).
"Karena gap/kesenjangannya sangat, sangat tinggi. (Selisih) yang sembuh 23.967 kasus dan kasus aktif selisihnya 17.413 kasus," ujarnya.
Baca juga: Selisih Data Terjadi Lagi, Depok Minta Satgas Covid-19 Konsen: Bahaya jika Tak Diselesaikan
Tak hanya kasus aktif yang senjang antara data Depok dengan data Satgas Pusat.
Begitu pun kasus kesembuhan. Depok melaporkan sudah ada 81.198 pasien Covid-19 yang bebas isolasi, sementara versi Pusat baru 57.231.
Data kematian terkonfirmasi Covid-19 pun selisih. Depok sudah mencatat 1.792 korban, sedangkan Pusat baru 1.169
"Satgas Pusat kurang peka terhadap gap data yang semakin tinggi," ujar Dadang.
"Kondisi ini (kesenjangan data) sudah saya sampaikan berkali-kali kepada Satgas Pusat, bahkan dari tahun 2020," ia menambahkan.
Kompas.com mencatat riwayat kesenjangan data di mana Depok seringkali menjadi korban sengkarut input data Satgas Pusat.
Masalah ini sempat dilaporkan oleh Depok sejak Oktober 2020 lalu, ketika kasus aktif/pasien Covid-19 di Depok lebih tinggi ketimbang yang dilaporkan oleh Satgas Pusat.
Laporan itu disebut tak digubris. Isu ini akhirnya mencuat ke permukaan pada Februari 2021 ketika situasi berbalik seperti sekarang--data versi Pusat lebih tinggi.
Wiku Adisasmito pada 25 Februari 2021 mengungkapkan kasus aktif Covid-19 di Depok mencapai 7.096 pasien, sementara Depok melaporkan tinggal 3.740 pasien.
Baca juga: Tapos, Beji, dan Pancoran Mas Catat Pasien Covid-19 Terbanyak di Depok
"Masalah ini sudah disampaikan sejak lama, baik ke pusat maupun ke provinsi. Jadi, saya tuh, meminta kepada satgas pusat untuk konsent terkait data ini. Segera lakukan rekonsiliasi," ucap Dadang kala itu.
"Ini menjadi masalah utama dalam penanganan Covid-19 di Indonesia, padahal data adalah basis utama kebijakan dan dijadikan input perhitungan zona risiko daerah. Bagaimana zona risiko daerah bisa valid hasilnya, jika diambil dari basis data yang salah," jelasnya.
Dadang tak bisa bicara lebih jauh dari itu ketika masalah klise ini kembali menyeruak. Ia hanya bisa meminta Satgas Pusat agar segera memahami pentingnya rekonsiliasi data antara daerah dan pusat.
Basis data, bagaimana pun, adalah kunci dari pengambilan kebijakan yang tepat untuk merespons tren perkembangan wabah.
"Ayo laksanakan rekonsiliasi data pusat dengan daerah, agar ada kesesuaian data. Karena data digunakan untuk perhitungan zonasi daerah dan kebijakan," jelas Dadang.
"PR Satgas Pusat saat ini, segera laksanakan rekonsiliasi data, karena ini tidak terjadi dengan Kota Depok saja, tapi juga terjadi dengan daerah lainnnya," ia menambahkan.
Sederet pembelaan Dadang bukan bermaksud untuk "membaik-baikkan" keadaan di Depok.
Sebaliknya, Depok saat ini malah sedang gencar-gencarnya menyempurnakan data kasus Covid-19, termasuk di antaranya memperbanyak tes dan lacak walaupun itu berarti laporan jumlah kasus akan semakin tinggi pula.
Per Kamis (5/8/2021), misalnya, ada temuan 1.373 kasus baru, sekaligus rekor terbanyak sepanjang pandemi, lebih tinggi daripada jumlah kasus harian pada puncak gelombang kedua, 5 Juli 2021 lalu (1.336 kasus dalam sehari).
"Penambahan testing sudah pasti akan menambah kasus. Kami akan terus lakukan penambahan testing karena ini komitmen untuk melaksanakan arahan Inmendagri," ungkap Dadang.
Baca juga: Janji Genjot Tes Covid-19 Sesuai Target Mendagri, Satgas Depok: Pasti Akan Menambah Kasus
Sebagai informasi, dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 22 Tahun 2021, Depok diberi target melakukan 5.336 tes dalam sehari, setara 37.352 tes dalam sepekan.
Saat ini, Depok baru dapat melakukan tes di kisaran 14.000-15.000 per pekan selama 3 minggu belakangan, tetapi jumlah itu sudah 2-3 kali lipat lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.
Jumlah tes yang dilakukan Depok saat ini pun tidak menurun walaupun positivity rate berkurang dari 40-an persen sebulan lalu menjadi 25 persen saat ini. Lazimnya, menurunnya positivity rate akan disusul oleh berkurangnya tes.
"Peningkatan testing, di samping di fasilitas kesehatan, puskesmas, dan labkesda, Kota Depok mengembangkan testing keliling," kata Dadang.
Dalam hal pelacakan, Pemkot Depok menempatkan personel di setiap RW agar penelusuran kontak erat lebih cepat dan pasien Covid-19 bisa sesegera mungkin diisolasi sebelum menularkan ke orang lain.
"Peningkatan tracing, di samping oleh tracer (pelacak) tingkat kota dan puskesmas, kami merekrut 774 tracer yang ditempatkan di RW. Hal ini sesuai standar Kementerian Kesehatan, yaitu 30 per 100.000 penduduk," sebut Dadang.
Ia menambahkan, pemerintah secara simultan juga sedang membenahi delay input data dari fasilitas kesehatan.
Tujuannya, supaya data yang diumumkan setiap hari oleh Satgas Penanganan Covid-19 Kota Depok semakin mendekati kondisi real penularan Covid-19 di lapangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.