Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masalah Pungli di Depok yang Tak Kunjung Usai, Warga Bahkan Diancam Akan Dipersulit Urusannya

Kompas.com - 08/08/2021, 09:36 WIB
Djati Waluyo,
Ivany Atina Arbi

Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com - Belum lama sejak kasus dugaan pungutan liar bantuan sosial (pungli bansos) di Beji, Depok, viral di media sosial. Kasus yang sama kembali menyeruak di kota di Jawa Barat tersebut.

 

Pungli dialami Dodi, seorang warga Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis, Depok, yang hendak mencairkan dana bantuan sosial tunai (BST) dari Kementerian Sosial. 

Dodi mengaku kepada wartawan bahwa RT meminta sebagian dari bansosnya. Pemotongan dilakukan dengan dalih donasi. 

"Pas saya ambil surat undangan (pencairan bansos), beliau ngomong sama saya, mau disumbangin ke yang belum dapat," kata Dodi melalui video yang diterima Kompas.com, Rabu (4/8/2021).

"Katanya, 'Ini lu dapat Rp 600.000 nih, nanti kasih ke gua Rp 400.000 buat bagiin ke yang belum dapat'. Yang lain juga diminta Rp 200.000," ujar dia.

Baca juga: Daftar Tempat di Jakarta yang Pengunjungnya Wajib Punya Sertifikat Vaksinasi Covid-19

Dodi menolak instruksi tersebut karena merasa potongan itu besar sekali. Tak dinyana, ia malah didamprat balik.

Ia mengaku diancam akan dipersulit urusannya sebagai warga oleh ketua RT yang barusan meminta "donasi" dari bansos Dodi.

"Dia bilang enggak mau urusin apa-apa lagi urusan saya. Kemudian beliau ngomong, 'Kalau enggak mau ngasih, ya sudah lu hidup aja sendiri enggak usah berwarga'," ujar Dodi.

"Bulan depan kalau lu dapat, gua enggak mau ambilin, lu ambil aja sendiri. Masa yang lain ngasih, lu enggak mau ngasih, emang lu mau hidup sendiri?" lanjutnya menirukan ucapan ketua RT.

Dodi mengaku, ini bukan kali pertama ia menerima BST. Sudah tiga kali, katanya. Saban pengambilan BST, dia selalu diimbau untuk menyisihkan uang untuk diberikan kepada ketua RT dengan berbagai macam alasan.

Baca juga: Fakta Kasus Narkoba Artis Rap, Disebut Pengedar dan Sudah Jadi Pemakai Sejak Sekolah

Tidak bisa dibenarkan

Sementara itu, Lurah Curug Bambang Eko menegaskan bahwa pemotongan BST dengan modus dan alasan apa pun tak dapat dibenarkan.

"Itu mah tidak dibenarkan, walaupun bagaimana. Tidak bisa dibenarkan dengan dalih apa pun," kata Bambang melalui keterangan video yang diterima Kompas.com, Kamis kemarin.

"Karena yang berhak kan satu orang. Yang nerima masa dua orang?" lanjutnya.

Bambang mengaku akan memeriksa kabar itu dan melakukan cek silang langsung kepada para pengurus lingkungan yang terlibat.

Ia sendiri menyebut bahwa selama ini dirinya tidak diberi tahu soal data dan jadwal pencairan BST.

"Tapi, sementara ini tidak benarlah jika namanya seorang ketua RT mengancam (warganya). Karena dia juga sendiri dipercaya oleh warganya menjadi ketua RT," ungkap Bambang.

Baca juga: 7.914 Warga Depok Positif Covid-19, Ini Sebaran Pasien Per Kelurahan

Kasus lainya

Sebelum kasus yang terjadi di Curug, pungli juga sempat terjadi di Beji dan kasus ini viral di media sosial.

Seorang warganet yang tinggal di RW 05, Kelurahan Beji, mengaku diminta pungutan Rp 50.000 dari total Rp 600.000 BST yang diterima. Uang tersebut dikatakan akan dipergunakan untuk "bensin ambulans".

"Semua orang yang ambil bansos di sana langsung dipotong sebesar Rp 50.000. Saksi banyak. Saya tidak boleh merekam di sana," kata warganet yang laporannya diunggah oleh akun Instagram @depok24jam.

Bukan hanya di RW 05 Kelurahan Beji, kabar pemotongan atau pungutan BST juga dilaporkan sejumlah warga Depok di wilayah lain melalui media sosial.

Pada akun @infodepok_id, misalnya, warga menyebut bahwa potongan bervariasi antarwilayah, dari Rp 30.000 sampai Rp 50.000.

Baca juga: Terapis Bekam Ditemukan Tewas, Terkubur Setengah Badan di Kolong Tol Jatikarya

Pungutan ini praktis membuat nominal BST yang seharusnya mereka jadi terpotong karena harus ada biaya lebih yang dikeluarkan.

"Saudara saya sudah dapat uang saja 600, ada potongan 50 per orang alasannya untuk diberikan kepada kantor pos," tulis salah satu warganet.

"Sama, di tempat saya juga di Pancoran Mas 50rb per KK," sahut yang lain.

"20rb min, buat upah capek katanya," tambah warganet lain.

"Emak gue disuruh bayar 30rb kalau mau ambil suratnya," netizen lain menimpali.

"Tempat saya dipotong 50rb sama RT-nya langsung. Ditanya buat apa, nggak dijawab. Bilangnya per KK dipotong 50rb," jawab yang lain.

Baca juga: Ada Tanda-tanda Kekerasan di Tubuh Terapis Bekam yang Ditemukan Tewas di Kolong Tol Jatikarya

Klarifikasi RW

Ketua RW 05 Kelurahan Beji, Sukeri membantah bahwa uang itu merupakan pemotongan BST, melainkan donasi. Ia juga menepis kabar bahwa uang itu digunakan untuk bensin ambulans.

Sukeri menjelaskan, RW memang memiliki fasilitas ambulans swadaya. Saat ini, mobil itu disebut butuh direparasi karena operasionalnya sedang padat.

"Karena turun mesin, perlu biaya cukup banyak. Maka kita sepakat, untuk momen yang tepat ini, kita gunakan untuk donasi perbaikan mobil karena operasional sangat mendesak," ungkap Sukeri dalam keterangan video.

"Jadi, bukan pemotongan, apalagi untuk bensin yang tidak seberapa. Ini untuk donasi operasional ambulans kita yang turun mesin," imbuhnya.

Ia memerinci beberapa suku cadang yang mesti diganti, mulai dari as kruk, seher, mounting mesin, aki, dan sederet suku cadang lain. Total, ia menaksir, perbaikan itu butuh ongkos sekitar Rp 7 juta.

Baca juga: 100 Titik Penyekatan di Jakarta, Ini Kendaraan yang Boleh Melintas

"Kita juga punya program yaitu kain kafan gratis. Jadi, beberapa warga tidak tahu itu dari mana dananya. Kalau ada musibah kita kasih gratis. Mungkin salah satu terobosan kami seperti itu," tambah Sukeri.

"Kita tidak memotong bansos. Kita mohon bantuan donasi untuk perbaikan mobil ambulans dan kain kafan," ujarnya.

Sukeri mengeklaim bahwa hal ini sudah disepakati oleh para ketua RT dan tokoh setempat.

"Saya bertanggung jawab penuh atas laporan itu. Saya dan RT-RT siap mempertanggungjawabkannya," kata dia.

Sebelumnya, Kepala Dinas Sosial Kota Depok Usman Haliyana telah mewanti-wanti agar para pengurus lingkungan tidak melakukan pemotongan atau menarik pungutan atas BST yang seharusnya diterima warga utuh Rp 600.000.

"Tidak boleh ada potongan apa pun, dengan dalih apa pun. Tidak dibenarkan. Melanggar aturan," kata Usman ketika dihubungi Kompas.com pada Selasa (27/7/2021).

"Intinya, pemerintah tidak ada potongan apa pun. Jadi kalau ada pungutan apa pun, ya jangan dikasih," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftarab PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

DPRD dan Pemprov DKI Rapat Soal Anggaran di Puncak, Prasetyo: Kalau di Jakarta Sering Ilang-ilangan

Megapolitan
PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

PDI-P Mulai Jaring Nama Buat Cagub DKI, Kriterianya Telah Ditetapkan

Megapolitan
DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

DPRD dan Pemprov DKI Rapat di Puncak, Bahas Soal Kelurahan Dapat Anggaran 5 Persen dari APBD

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com