DEPOK, KOMPAS.com - Aliansi yang mengatasnamakan Gerakan Peduli UI menyebutkan telah mengirim surat beserta pernyataan sikap menolak pengesahan Statuta UI hasil revisi pada Senin (9/8/2021) kemarin.
Aliansi ini beranggotakan mahasiswa, dosen, guru besar yang ada di organ Dewan Guru Besar (DGB) maupun di luar DGB, serta sebagian anggota Senat Akademik (SA) universitas dan fakultas.
"Rilis sikap berisi pernyataan sikap terkait penolakan pengesahan revisi Statuta UI yang telah ditandatangani oleh 118 organisasi/Unit Kegiatan Mahasiswa/Komunitas, 70 dosen dan guru besar, serta 210 individu mahasiswa," ujar perwakilan aliansi sekaligus Ketua BEM UI, Leon Alvinda, melalui keterangan resmi, Selasa (10/8/2021) pagi.
"Aliansi Gerakan Peduli UI berharap pemerintah dapat menindaklanjuti rilis ini dengan mencabut Statuta UI (hasil revisi)," kata dia.
Surat tersebut dilayangkan kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK); Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek); Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham); Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB); dan Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) melalui alamat kementerian masing-masing.
Presiden RI Joko Widodo sebelumnya merevisi Statuta UI, dari Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2021 menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2021 pada 2 Juli 2021.
Revisi tersebut terbit setelah Rektor UI saat ini, Ari Kuncoro, ketahuan melanggar statuta dengan merangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama BRI.
Baca juga: Patgulipat Revisi Statuta UI Berujung Tudingan Cacat Formil dan Materiil dari Dewan Guru Besar
Melalui revisi Statuta UI, Jokowi menghapus larangan rektor UI rangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN.
Namun, di luar itu, revisi Statuta UI ternyata menuai banyak masalah, baik dalam penyusunan dan pembahasannya yang tidak transparan, maupun secara substansi/pasal-pasal yang termuat di dalamnya.
Dalam pernyataannya, DGB UI mengaku memiliki sejumlah dokumen kronologis yang pada intinya menunjukkan bahwa telah terjadi penyimpangan prosedur dalam revisi Statuta UI.
"Dan tidak dipenuhinya asas keterbukaan dalam penyusunan PP Nomor 75 Tahun 2021 sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Penyusunan Peraturan Perundang-undangan," ungkap Ketua DGB UI Harkristuti Harkrisnowo dalam keterangan resminya.
Harkristuti menyebutkan, DGB UI pernah mengirim tiga orang perwakilan untuk mengikuti proses penyusunan revisi Statuta UI hingga terakhir kali pada 30 September 2020, dalam sebuah rapat di Kemendikbudristek.
Baca juga: Dewan Guru Besar Desak Jokowi Batalkan Statuta UI Hasil Revisi demi Martabat dan Wibawa Kampus
Ia berujar, para guru besar itu sebetulnya tidak melihat ada urgensi atau alasan untuk merevisi Statuta UI.
"Tapi, karena diminta, ya kami sekadar menyempurnakan. Prinsip check and balance dan good university governance tetap dipertahankan," jelas ahli hukum pidana itu.
Pasal-pasal bermasalah yang saat ini muncul pun belum dibahas saat itu, kata Harkristuti, sehingga DGB UI tak tahu-menahu sampai pasal-pasal kontroversial hasil revisi itu muncul dan ditandatangani presiden.