JAKARTA, KOMPAS.com - Satgas Waspada Investigasi Tongam Tobing Lumban berujar, masyarakat agar berhati-hati untuk tidak memberikan data pribadi di ponsel masing-masing ke pihak lain.
Hal itu disampaikan menanggapi adanya korban dugaan tindakan penyebarluasan informasi pribadi ke publik (doxing) dengan narasi "open BO" di Cilincing, Jakarta Utara, oleh perusahaan pemberi pinjaman daring (pinjaman online/pinjol).
Menurut Direktur Kebijakan dan Dukungan Penyidikan Otoritas Jasa Keungan (OJK) itu, tindakan doxing merupakan ciri utama yang dilakukan oleh perusahaan pinjol ilegal.
Baca juga: Fotonya Disebar dengan Narasi Pelecehan, Korban Pinjol Lapor Polisi
Untuk itu, masyarakat diimbau tidak menggunakan jasa perusahaan pinjol ilegal.
"Pinjol ilegal itu selalu meminta peminjam untuk mengizinkan semua data dan kontak di HP bisa diakses, nah ini sumber malapetaka," papar Tongam melalui sambungan telepon, Rabu (11/8/2021).
"Kita hanya bisa memberantas pinjol ilegal ini dengan cara jangan mengakses," sambungnya.
Tongam mengatakan, tindakan perusahaan pinjol ilegal tidak manusiawi.
Pasalnya, dari data peminjam yang dapat diakses perusahaan ilegal itu, kemudian dapat disebarluaskan oleh oknum ke pihak lainnya.
Tak hanya data saja, foto pribadi peminjam juga dapat disebarluaskan oleh oknum.
"Tindakan pinjol ilegal juga sangat tidak manusiawi, mereka mengirim gambar-gambar yang tidak senonoh, meng-crop wajah dari peminjam. Itu tentu sangat tidak manusiawi," urai dia.
Baca juga: Penagih Utang Pinjaman Online Pakai Intimidasi hingga Ancaman Kekerasan, Ini Jerat Hukumnya
Ia menyarankan, korban doxing oleh pinjol ilegal agar segera melaporkan peristiwa yang dialami ke kepolisian.
Menurut dia, kepolisian kini sangat responsif terhadap laporan semacam itu.
Dia menambahkan, OJK melakukan pengawasan yang ketat serta pembinaan terhadap perusahaan pinjol legal.
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) turut melakukan pengawasan kode etik perusahaan pinjol ilegal.
Meski demikian, jika ada perusahaan pinjol legal yang melanggar hukum, pihaknya tidak sungkan untuk melakukan penindakan.
Dalam penindakan hukum, OJK tidak membedakan antara perusahaan pinjol legal dan ilegal.
"Dalam pelanggaran hukum, antara pinjol legal dan pinjol ilegal, pinjol harus bertanggung jawab," sebut Tobing.
PDY yang didampingi kuasa hukumnya Karolus Seda mengatakan, perusahaan pinjol itu menyebarkan pesan dengan narasi itu disertai alamat tinggal dan nomor kontak pribadi kepada sejumlah kontak kenalan korban lewat aplikasi WhatsApp.
Karolus menambahkan, korban hanya menerima Rp 4 juta dari nominal peminjaman sebesar Rp 6 juta dari perusahaan pinjol tersebut.
Baca juga: Pinjol Tagih Utang dengan Ancaman Bisa Dituntut Ganti Rugi, Simak Aturannya
Namun korban tetap mengembalikan uang sesuai nominal awal peminjaman, yakni Rp 6 juta, meski lewat dari kurun waktu tujuh hari yang disepakati.
Karena telat membayar, korban lalu diancam akan disebar fotonya oleh pihak perusahaan pinjol tersebut.
Rupanya, foto yang disebar adalah foto korban yang sedang memegang Kartu Tanda Penduduk (KTP) miliknya saat mendaftar ke aplikasi pinjol tersebut.
Foto itu disandingkan dengan foto perempuan tanpa busana lainnya, seolah-olah perempuan di foto yang disandingkan itu adalah korban.
Selain itu ditambahkan narasi pula bahwa perempuan tersebut menerima pesanan untuk melayani transaksi seksual (open BO).
Karolus mengatakan bahwa kliennya tidak menerima tindakan tersebut karena dianggap keterlaluan.
Karolus mengatakan kliennya kemudian mengadukan tindakan doxing oleh perusahaan pinjol tersebut ke polisi agar kelak tidak ada lagi korban teror lewat dunia maya lain seperti dirinya.
Pengaduan korban kemudian diterima oleh pihak Polres Metro Jakarta Utara dengan Nomor: Surat Tanda Penerimaan Pengaduan: STPP/387/VIII/2021/Resju.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.