JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman Jakarta Raya mengingatkan agar Polda Metro Jaya untuk tak memasang stiker bagi warga yang belum divaksin.
Ombudsman menilai pemasangan stiker bagi warga bisa berpotensi terjadinya maladministrasi penyalahgunaan wewenang.
“Ada potensi maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang karena tidak ada acuan regulasi yang memperkenankan hal itu dan sama sekali tidak berkaitan dengan tujuan untuk meningkatkan angka vaksinasi bagi warga Jakarta,” kata Kepala Ombudsman Jakarta Raya Teguh P. Nugroho dikutip dari Antara.
Baca juga: Petugas Tempel Stiker ke Rumah Warga di Jatinegara yang Belum Divaksin
Meski demikian, Obbudsman Jakarta Raya mendukung langkah Polda Metro Jaya untuk mendata warga yang akan melaksanakan vaksin di Jakarta.
Pendataan warga oleh Polda Metro Jaya mengutamakan pendataan yang dilakukan oleh RT/RW.
“Sudah saatnya indikator keberhasilan kinerja RT/RW sampai kelurahan diubah dari menghindari wilayahnya masuk ke dalam zona merah menjadi percepatan validasi penerima vaksin Jakarta,” kata Teguh.
Teguh meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pihak terkait lainnya untuk membantu Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) untuk melakukan proses pendataan secara langsung.
Hal ini, lanjut Teguh, untuk mengetahui warga yang bersedia divaksin tetapi belum mendapat kesempatan serta warga yang tidak dapat divaksin karena memiliki komorbid.
Baca juga: Usai Petugas Tempel Stiker, Antusiasme Warga Jatinegara untuk Vaksinasi Meningkat
Selain itu, terkait hal yang tak terkontrol atau penyebab lain sehingga yang warga tersebut tak mungkin divaksin.
“Perlu ada template form pendataan yang mencakup hal-hal tersebut agar Pemprov DKI bisa mengambil kebijakan yang tepat termasuk kemungkinan memberlakukan diskriminasi positif kepada warga yang menolak vaksinasi tanpa alasan yang tepat seperti memiliki komorbid," ujarnya.
Teguh menambahkan, data dari RT/RW tersebut menjadi basis bagi pelaksanaan vaksinasi lanjutan sehingga penerima vaksin sudah ditargetkan sesuai nama dan alamat termasuk warga yang bisa dikenai diskriminasi positif.
“Pelaksanaan vaksinasinya juga sudah lebih mudah, tidak lagi harus mempergunakan metode serbuan vaksin melalui event besar yang lebih berpotensi menjadi klaster penularan. Tetapi langsung di fasilitas kesehatan tingkat RW dan kelurahan seperti puskesmas, faskes BPJS, klinik 24 jam, bahkan bisa bekerjasama dengan posyandu,” katanya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.