JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah telah menurunkan batas tarif tertinggi harga tes Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mendeteksi Covid-19.
Namun, sejumlah layanan tes PCR di Jakarta punya cara sendiri untuk mengakali agar tak harus mengikuti batas tarif tertinggi.
Turunnya tarif tes PCR ini berawal dari instruksi Presiden Joko Widodo kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Menurut Presiden, menurunkan harga tes PCR merupakan salah satu cara untuk memperkuat pengetesan kasus Covid-19.
Baca juga: Tarif Tes PCR Terbaru di Jakarta, Biaya Maksimal Rp 495.000 Belum Berlaku Sepenuhnya
"Saya berbicara dengan Menteri Kesehatan mengenai hal ini, saya minta agar biaya tes PCR berada di kisaran Rp 450.000-Rp 550.000," kata Jokowi dalam siaran yang ditayangkan Youtube Sekretariat Presiden, Minggu (15/8/2021).
Presiden juga meminta dengan harga tersebut, hasil tes PCR bisa keluar selambat-lambatnya dalam 1x24 jam.
Jokowi menegaskan, penanganan pandemi membutuhkan kecepatan.
Setelah instruksi Jokowi itu, Menkes pun mengeluarkan Surat Edaran Kementerian Kesehatan bernomor HK.02.02/I/2845/2021 yang mengatur kembali mengenai batas tarif tertinggi tes PCR.
Dalam SE itu diatur tarif tes PCR tertinggi untuk pulau Jawa-Bali adalah Rp 495.000, dan daerah lain Rp 525.000. Tarif itu turun sekitar 40 persen dari aturan batas tertinggi sebelumnya yang mencapai Rp 900.000. Namun, dalam SE terbaru itu tak ada ketentuan yang mengatur berapa lama hasil tes harus keluar.
Baca juga: Tarif Tes PCR di Soekarno-Hatta Turun, Kini Dipatok Rp 495.000
Aturan tarif terbaru itu mulai berlaku pada 17 Agustus, tepat di hari ulang tahun kemerdekaan RI ke-76.
Namun, sejumlah klinik dan rumah sakit di Jakarta Pusat yang dihubungi Kompas.com pada Rabu 18 Agustus kemarin belum sepenuhnya mengikuti tarif tersebut.
Sejumlah penyedia layanan swab test PCR mengenakan biaya tambahan di luar tarif yang ditetapkan pemerintah.
Klinik Prodia di Cideng, Gambir misalnya, menetapkan harga sebesar 627.000 bagi masyarakat yang hendak mengakses layanan tes PCR mandiri.
Klinik tersebut mengklaim telah mengikuti ketentuan pemerintah dengan menetapkan tarif Rp 495.000.
Namun klinik Prodia Cideng juga mewajibkan pengguna test PCR untuk melakukan konsultasi terlebih dulu dengan dokter sehingga ada biaya tambahan.
Baca juga: Dinkes Bakal Tegur Faskes di Kota Tangerang yang Belum Sesuaikan Tarif Tes PCR
"Biaya dokternya Rp 132.000 untuk konsul," kata resepsionis Prodia Cideng saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Resepsionis itu menjelaskan, pengguna jasa test PCR bisa tidak dikenai biaya konsultasi dokter jika membawa sendiri surat keterangan dokter. Namun saat ditanya mengapa harus ada konsultasi dengan dokter untuk melakukan swab test PCR, resepsionis itu tak memberikan penjelasan lebih jauh.
"Kita persyaratannya begitu dari atasan," ujarnya.
RS Yarsi Cempaka Putih juga menetapkan tarif tes PCR di atas standar pemerintah, yakni Rp 525.000. Resepsionis RS beralasan tarif lebihnya sebesar Rp 30.000 adalah untuk biaya administrasi.
RS Yarsi juga tidak mengikuti instruksi Jokowi yang mengharuskan hasil test keluar dalam 1x24 jam.
"Hasilnya keluar maksimal 2x24 jam, tapi bisa lebih cepat," ujar resepsionis RS Yarsi.
Baca juga: Wagub DKI Minta Penyedia Jasa Tes PCR di Jakarta Segera Turunkan Harga
Penyedia layanan tes PCR lainnya mempunyai cara lain untuk menetapkan harga di atas batas tarif tertinggi pemerintah, yakni dengan memberikan layanan lebih cepat dengan harga yang lebih mahal.
Cara ini diterapkan oleh Bumame Farmasi yang mempunyai 29 lokasi layanan di wilayah Jabodetabek dan 20 di antaranya di Jakarta.
Perusahaan itu menetapkan tarif test sesuai batas atas yang ditetapkan Kemenkes, yakni Rp 495.000. Hasil test dengan tarif sebesar itu baru keluar dalam waktu 1x24 jam.
Namun, pengguna test PCR bisa mendapatkan hasil lebih cepat jika merogoh kantong lebih dalam. Untuk hasil keluar dalam 16 jam, maka tarifnya Rp 750.000. Sementara jika ingin hasil keluar dalam 10 jam, tarif yang harus dikeluarkan adalah Rp 900.000.
Rumah Sakit Mayapada Hospital di Kuningan juga menerapkan layanan serupa. Lewat akun Instagram rumah sakit itu diketahui bahwa tarif tes PCR Rp489.000 dengan hasil 1x24 jam.
Namun untuk mendapatkan hasil tes dalam kurun waktu 12 jam, dikenakan tarif tambahan sebesar 500.000. Sementara untuk hasil tes keluar dalam 6 jam, biaya tambahannya sebesar Rp 900.000.
Epidemiolog dari Universitas Griffith University Australia Dicky Budiman menyesalkan masih adanya rumah sakit dan klinik yang mencoba mengakali ketentuan pemerintah terkait batas tertinggi. Ia menilai Dinas Kesehatan DKI Jakarta harus melakukan pemantauan dan monitoring terhadap semua penyedia layanan tes PCR.
Ia pun meminta Dinkes menindak tegas perusahaan yang mencoba mengakali ketentuan.
"Harus ditertibkan, kan sudah ada surat edarannya. Kalau melanggar harus diberi sanksi," kata Dicky kepada Kompas.com.
Dalam SE yang dikeluarkan Kemenkes, tak ada aturan lebih jauh apakah penyedia layanan tes PCR boleh menyediakan jasa premium dengan tarif lebih mahal. Harusnya, kata Dicky, setiap penyedia jasa tes PCR konsisten mengikuti aturan yang sudah ada.
Ia mempertanyakan langkah sejumlah RS dan klinik yang bermain-main dengan waktu pemeriksaan laboratorium agar bisa menetapkan tarif lebih mahal.
Ia bisa memaklumi jika pemeriksaan spesimen di laboratorium pemerintah membutuhkan waktu lama karena banyaknya sampel yang diambil. Namun, ia menyayangkan jika pemeriksaan spesimen diperlambat untuk permainan harga.
"Kalau swasta dilama-lamain hasilnya dengan alasan seperti itu (bermain dengan tarif) tidak boleh," katanya.
Pejabat Humas Dinas Kesehatan DKI Jakarta Irma Yunita mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti informasi soal adanya klinik dan RS di Jakarta yang menetapkan tarif swab test di atas batas tertinggi.
"Info ini saya coba teruskan dengan pimpinan. Tim di bawah Kepala bidang Pelayanan Kesehatan nanti akan menindaklanjuti. Kami juga terbantu sih kalau ada info seperti ini," kata Irma saat dihubungi Kompas.com, Rabu.
Jika ada klinik dan RS yang nantinya terbukti melakukan pelanggaran, maka ia memastikan Dinkes akan memberikan teguran. Jika sudah diberi teguran namun masih abai, Dinkes DKI juga bisa memberi sanksi tegas berupa penutupan izin usaha.
"Kalau di luar regulasi yang ada ya kami akan berikan teguran. Pertama teguran lisan dulu, lalu tulisan. Kalau memang enggak berubah juga, izinnya ditarik nanti," ujar Irma.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.