per tanggal 16 Agustus 2021," kata Wali Kota Depok Mohammad Idris sekaligus Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Kota Depok pekan lalu melalui keterangan resminya.
"Sehingga mulai tanggal 17 Agustus 2021, data PICODEP dengan NAR secara keseluruhan sudah padu dan sama," lanjutnya.
Kesepakatan ini, ujar Idris, sudah dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan Rapat Rekonsiliasi Data yang ditandatangani para pihak terlibat.
Pasalnya, masalah perbedaan data antara Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintah Pusat sudah berlarut-larut.
Pemprov Jawa Barat dan Pemerintah Pusat pernah mengumumkan data kasus Covid-19 yang lebih kecil daripada yang dilaporkan Pemerintah Kota Depok. Belakangan, terjadi hal sebaliknya, seperti saat juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menyebut kasus aktif Covid-19 di Depok terbanyak se-Indonesia pada Kamis (5/8/2021).
Wiku bilang, saat itu kasus aktif Covid-19 di Depok sebanyak 27.389 pasien. Pernyataan Wiku pun langsung dibantah oleh Satgas Penanganan Covid-19 Kota Depok, karena data di hari yang sama dengan pengumuman Wiku, jumlah kasus aktif Covid-19 di Depok tercatat "hanya" tersisa 9.519 pasien.
"Kondisi ini (kesenjangan data) sudah saya sampaikan berkali-kali kepada Satgas Pusat, bahkan dari tahun 2020," ujar Dadang kepada Kompas.com pada Jumat (6/8/2021).
Kesenjangan data ini membuat pengambilan kebijakan jadi bermasalah karena tak sesuai keadaan nyata di lapangan.
"Ini menjadi masalah utama dalam penanganan Covid-19 di Indonesia, padahal data adalah basis utama kebijakan dan dijadikan input perhitungan zona risiko daerah. Bagaimana zona risiko daerah bisa valid hasilnya, jika diambil dari basis data yang salah," jelasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.