Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Insinyur Afghanistan 8 Tahun Hidup Terlunta di Indonesia: Kami Bernapas, tapi Tak Hidup

Kompas.com - 27/08/2021, 10:38 WIB
Mita Amalia Hapsari,
Jessi Carina

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com - Seorang pengungsi asal Afghanistan, Mukhtar, menceritakan perjuangannya bertahan di Indonesia sejak 8 tahun lalu.

Sejak pertama kali tiba di Indonesia pada 2013, Mukhtar datang dengan penuh mimpi. Namun nyatanya hingga kini ia bahkan tidak bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

"Saya berpendidikan, tetapi saya tidak bisa bekerja di sini. Saya tidak memiliki hak asasi manusia," ungkap Mukhtar kepada Kompas.com, Kamis (26/8/2021).

Muktar mengaku tidak diperbolehkan bekerja oleh pemerintah Indonesia. Bahkan, jika nekat bekerja, pemerintah Indonesia mengganggap hal tersebut sebagai pelanggaran hukum.

"Jika kami bekerja, pihak imigrasi Indonesia akan menempatkan kami di penjara," kata Mukhtar.

Baca juga: Fakta Pengungsi Afghanistan di Jakarta, Dilarang Bekerja hingga Luntang-lantung di Pinggir Jalan

Selama ini, Mukhtar yang tidak bisa mencari nafkah, hanya bisa bergantung dari belas kasihan teman di luar negeri yang mau mengirimkan uang padanya.

Padahal dirinya merupakan seorang insinyur teknik sipil di Afghanistan. Delapan tahun terakhir, ia hanya bisa meningkatkan keterampilan komputernya, sambil berhadap dapat memanfaatkannya suatu hari nanti.

"Saya memiliki banyak keterampilan dengan komputer dan pekerjaan kantor. Saya seorang desainer grafis pengembang situs web," kata dia.

Putus asa

Pengungsi seperti dirinya sudah sejak lama digantung nasibnya. Ia mengaku pengungsi di Indonesia sudah terlalu putus asa.

Baca juga: Ratusan Pengungsi Afghanistan Terdampar di Jakarta Tanpa Akses ke Pekerjaan dan Pendidikan

"Kami sudah terlalu putus asa, sangat tertekan dan mengalami depresi yang tinggi. Karena menunggu kejelasan yang tidak jelas selama lebih dari 8 tahun," lanjut dia.

Selain itu, para pengungsi juga tidak memiliki hak kesehatan.

"Apalagi dalam kondisi pandemi covid-19 seperti sekarang, para pengungsi bahkan tidak bisa mendapatkan vaksin atau obat-obatan jika sakit," kata dia.

Ia menyebut, bahkan banyak pengungsi yang melakukan bunuh diri karena depresi akibat keadaan ini.

"Kami merasa, kami bahkan bukan manusia. Kita hanya bernapas tapi tidak hidup. Kami setengah hidup, setengah mati," ungkap Mukhtar.

Setelah aksi buka suara di depan UNHCR Indonesia beberapa hari lalu, ia berharap baik itu pemerintah Indonesia, pemimpin dunia, dan negara-negara yang menampung pengungsi lainnya, dapat membantu pengungsi untuk keluar dari penderitaan yang sudah berkepanjangan tersebut.

Baca juga: Menilik Kondisi Pengungsi Afghanistan di Jakarta, Luntang-lantung dan Tidur di Pinggir Jalan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Latihan Selama 3 Bulan, OMK Katedral Jakarta Sukses Gelar Visualisasi Jalan Salib pada Perayaan Jumat Agung

Megapolitan
Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Gelar Pesantren Kilat di Kapal Perang, Baznas RI Ajak Siswa SMA Punya Hobi Berzakat

Megapolitan
Cerita Ridwan 'Menyulap' Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Cerita Ridwan "Menyulap" Pelepah Pisang Kering Menjadi Kerajinan Tangan Bernilai Ekonomi

Megapolitan
Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Peringati Jumat Agung, Gereja Katedral Gelar Visualisasi Jalan Salib yang Menyayat Hati

Megapolitan
Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Wujudkan Solidaritas Bersama Jadi Tema Paskah Gereja Katedral Jakarta 2024

Megapolitan
Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Diparkir di Depan Gang, Motor Milik Warga Pademangan Raib Digondol Maling

Megapolitan
Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Polisi Selidiki Kasus Kekerasan Seksual yang Diduga Dilakukan Eks Ketua DPD PSI Jakbar

Megapolitan
Ingar-bingar Tradisi Membangunkan Sahur yang Berujung Cekcok di Depok

Ingar-bingar Tradisi Membangunkan Sahur yang Berujung Cekcok di Depok

Megapolitan
KSAL: Setelah Jakarta, Program Pesantren Kilat di Kapal Perang Bakal Digelar di Surabaya dan Makasar

KSAL: Setelah Jakarta, Program Pesantren Kilat di Kapal Perang Bakal Digelar di Surabaya dan Makasar

Megapolitan
Masjid Agung Bogor, Simbol Peradaban yang Dinanti Warga Sejak 7 Tahun Lalu

Masjid Agung Bogor, Simbol Peradaban yang Dinanti Warga Sejak 7 Tahun Lalu

Megapolitan
Duduk Perkara Penganiayaan 4 Warga Sipil oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus

Duduk Perkara Penganiayaan 4 Warga Sipil oleh Oknum TNI di Depan Polres Jakpus

Megapolitan
45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

45 Orang Jadi Korban Penipuan Jual Beli Mobil Bekas Taksi di Bekasi, Kerugian Capai Rp 3 Miliar

Megapolitan
Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Telan Anggaran Rp 113 Miliar, Bima Arya Harap Masjid Agung Bogor Jadi Pusat Perekonomian

Megapolitan
Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Driver Taksi Online Diduga Berniat Culik dan Rampok Barang Penumpangnya

Megapolitan
TNI AD Usut Peran Oknum Personelnya yang Aniaya 4 Warga Sipil di Jakpus

TNI AD Usut Peran Oknum Personelnya yang Aniaya 4 Warga Sipil di Jakpus

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com