Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Persidangan Kasus Kopi Sianida Ditayangkan bak Sinetron di Stasiun TV Nasional

Kompas.com - 01/09/2021, 15:30 WIB
Ivany Atina Arbi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus kopi sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin pada 6 Januari 2016 kembali mencuri perhatian publik setelah munculnya serial drama Sianida di layanan streaming WeTV.

Kasus pembunuhan ini sudah ditayangkan bak drama sinetron oleh beberapa stasiun televisi nasional.

Kompas TV bahkan sempat menyebut kasus ini sebagai drama tiga babak.

Baca juga: Hari Ini 5 Tahun Lalu, Kopi Sianida Pesanan Jessica yang Tewaskan Mirna...

Drama bermula dari kematian Wayan yang menghebohkan usai meneguk secangkir kopi Vietnam di sebuah kafe yang terletak di Mal Grand Indonesia, Jakarta Pusat. Belakangan diketahui bahwa kopi tersebut mengandung racun sianida.

Babak kedua berisi kisah pencarian dalang di balik kematian perempuan berusia 28 tahun itu. Di akhir pencarian, polisi menetapkan nama Jessica Kumala Wongso sebagai terdakwa karena berbagai bukti mengarah pada dirinya.

Babak ketiga pun dimulai saat persidangan demi persidangan dilakukan untuk membuktikan apakah Jessica bersalah atau tidak.

Sorotan berlebihan terhadap rangkaian persidangan ini sempat menuai protes dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan sejumlah pengamat.

KPI bahkan mengirimkan surat peringatan kepada tiga stasiun televisi, yakni TVOne, Kompas TV, dan I-NewsTV, karena telah memberi porsi berlebihan terhadap penayangan sidang kasus tersebut.

Baca juga: Drama Pembunuhan Mirna dengan Sianida: Tak Ada Bukti Konkret Jessica Pelakunya

Selain itu, porsi lebih banyak juga diberikan kepada keluarga korban yang bersaksi di persidangan. Ini berpotensi menggiring opini publik serta mengesampingkan prinsip praduga tidak bersalah.

Pengamat dari pusat studi media dan komunikasi Remotivi, Wisnu Prasetya Utomo, mengatakan bahwa hal yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan kasus pembunuhan justru malah disiarkan.

Ini kemudian menjadi problematis karena sorotan yang berlebihan dan tidak tepat dari media akan malah berujung pada trial by press atau penghakiman terhadap Jessica.

"Yang membuat asas praduga tak bersalah hilang adalah banyak siaran diarahkan untuk tidak mencari latar belakang kasus ini apa, tapi diarahkan, misalnya mencari yang tak berkaitan. Misalnya ada TV yang menyiarkan pendapat tetangga-tetangga Jessica, yang tak berhubungan, tapi itu diulang dan didramatisir," kata Wisnu kepada BBC.

Baca juga: Jessica Terpidana Kasus Kopi Sianida: Tidak Ada Alasan Memperlakukan Saya seperti Sampah

Di akhir persidangan, yang berlangsung sebanyak 32 kali, nyatanya majelis hakim memutuskan Jessica bersalah meski tanpa bukti yang benar-benar konkret.

Tidak ada saksi yang melihat Jessica memasukkan sianida ke dalam kopi yang diminum Mirna.

Binsar Gultom, hakim yang menangani perkara tersebut, mengatakan, keputusan dibuat berdasarkan alat bukti lain.

Di antara alat bukti tersebut adalah pengamatan majelis selama proses persidangan, keterangan terdakwa yang berbelit, fakta peristiwa, dan keyakinan nurani hakim.

Baca juga: 5 Tahun Kasus Kopi Sianida, Berbagai Kesaksian yang Memberatkan Jessica sebagai Pembunuh Mirna

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Remaja Perempuan Tanpa Identitas Tewas di RSUD Kebayoran Baru, Diduga Dicekoki Narkotika

Remaja Perempuan Tanpa Identitas Tewas di RSUD Kebayoran Baru, Diduga Dicekoki Narkotika

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya | Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

[POPULER JABODETABEK] Pedagang di Pasar Induk Kramatjati Buang Puluhan Ton Pepaya | Tante di Tangerang Bunuh Keponakannya

Megapolitan
Rute Mikrotrans JAK98 Kampung Rambutan-Munjul

Rute Mikrotrans JAK98 Kampung Rambutan-Munjul

Megapolitan
Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Masuk Ancol On The Spot?

Megapolitan
Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Keseharian Galihloss di Mata Tetangga, Kerap Buat Konten untuk Bantu Perekonomian Keluarga

Megapolitan
Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Kajari Jaksel Harap Banyak Masyarakat Ikut Lelang Rubicon Mario Dandy

Megapolitan
Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Datang Posko Pengaduan Penonaktifkan NIK di Petamburan, Wisit Lapor Anak Bungsunya Tak Terdaftar

Megapolitan
Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Dibacok Begal, Pelajar SMP di Depok Alami Luka di Punggung

Megapolitan
Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Ketua DPRD DKI Kritik Kinerja Pj Gubernur, Heru Budi Disebut Belum Bisa Tanggulangi Banjir dan Macet

Megapolitan
Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Rampas Ponsel, Begal di Depok Bacok Bocah SMP

Megapolitan
“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

“Semoga Prabowo-Gibran Lebih Bagus, Jangan Kayak yang Sudah”

Megapolitan
Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Ketua DPRD: Jakarta Globalnya di Mana? Dekat Istana Masih Ada Daerah Kumuh

Megapolitan
Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Gerindra dan PKB Sepakat Berkoalisi di Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Anggaran Kelurahan di DKJ 5 Persen dari APBD, F-PKS: Kualitas Pelayanan Harus Naik

Megapolitan
Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Mobil Mario Dandy Dilelang, Harga Dibuka Rp 809 Juta

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com