JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakui adanya ketimpangan besar dalam pemenuhan kebutuhan air bersih di Ibu Kota.
Menurut Anies, masih banyak warga yang hidup di bawah garis kemiskinan harus mengeluarkan biaya besar untuk mendapatkan air bersih.
"Kita tahu ada ketimpangan yang besar. Masih ada saudara kita yang ekonominya lemah justru harus mengeluarkan biaya besar untuk mendapatkan hak dasarnya air," ucap Anies dalam diskusi virtual, Rabu (1/9/2021) dilansir Tribun Jakarta.
Lebih lanjut, Anies menjelaskan, warga umumnya membeli air bersih dari penjual gerobak dengan harga tinggi. Biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan air bersih bisa mencapai Rp 600.000 per bulan.
"Ketika membeli air penjual gerobak, mereka membayar Rp 70.000 per meter kubik. Kira-kira satu bulan itu mereka keluarkan Rp 600.000 untuk konsumsi air bersih," ujar Anies.
Di sisi lain, warga dari kalangan menengah ke atas justru bisa memperoleh air bersih dengan mudah dan harganya lebih murah.
Ketimpangan itu terjadi karena distribusi air bersih yang tidak merata di Ibu Kota.
Untuk mengatasi ketimpangan tersebut, Pemprov DKI telah berupaya untuk membuat kios air bersih di daerah yang belum terjangkau air pipa.
Untuk warga Kepulauan Seribu, Pemprov DKI telah menggunakan teknologi Sea Water Reserve Osmosis (SWRO) untuk merubah air laut menjadi air siap minum.
Selain itu, Anies juga mengajukan anggaran Rp33,68 miliar pada APBD Perubahan 2021 dan APBD 2022 yang diperuntukkan bagi warga Kepulauan Seribu dalam pemenuhan kebutuhan air bersih.
Baca juga: Akses Perpipaan Air Bersih Hanya Jangkau 65 Persen Warga Jakarta