"Saat kejadian (ribut-ribut), mereka bubar. Yang tersisa hanya 2 orang itu saja yang diamankan sekuriti di atas. Yang lain sudah tidak ada," ia menambahkan.
Menyusul keributan itu, korban sempat mau dimasukkan lagi ke dalam kamar oleh pelaku yang tersisa.
Namun, petugas keamanan hotel disebut tak memperbolehkannya karena tidak ada kamera pengawas di dalam kamar.
"Saya kebetulan ikut saat pengamanan klien saya. Begitu kita sampai atas, kita coba ketuk-ketuk pintu 1215 (kamar yang digunakan untuk penyekapan), ternyata yang menggunakan baju dinas lengkap sudah ambil mobil di bawah dan sudah keluar hotel," jelas Tatang.
"Ketika kami naik, mereka turun," ucapnya.
Meskipun demikian, Tatang mengeklaim telah mengantongi bukti-bukti dokumentasi keterlibatan para aparat tersebut.
Ia juga mengaku sudah menyetorkan nama-nama mereka, sebagaimana mereka memperkenalkan diri, kepada kepolisian yang mengusut kasus ini.
"Korban baru kenal setelah ada penyekapan itu. Mereka memperkenalkan diri, mengenalkan namanya," ucap Tatang.
"Fotonya juga ada di kami. Termasuk foto yang menggunakan pakaian lengkap dinas juga sudah ada di kami. Nama-namanya sudah dilaporkan ke Polres Depok," ujarnya.
Namun, Kasatreskrim Polres Metro Depok AKBP Yogen Heroes Baruno membantah bahwa pihaknya telah menerima nama maupun informasi soal keterlibatan aparat bersenjata dalam kasus penyekapan ini.
"Tidak benar, belum ada info itu," kata Yogen kepada Kompas.com kemarin.
"Silakan yang punya informasi itu untuk datang ke polres saja untuk terbuka, biar enggak liar beritanya, ya," imbuhnya.
Korban trauma, pengacara berencana lapor ke Denpom
Tatang menyebut bahwa korban kini menderita trauma dan masih sulit diajak berkomunikasi akibat disekap dan dirundung aparat.
"Sampai saat ini klien kami mengalami trauma, kalau diajak ngobrol juga kadang nyambung, kadang enggak, trauma luar biasa," kata dia.