Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lurah Sebut Pembangun Tembok yang Tutupi Akses Rumah Warga Serua Ciputat Tak Melapor

Kompas.com - 08/09/2021, 15:50 WIB
Tria Sutrisna,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Lurah Serua Cecep Iswadi menyebut bahwa pihak pengembang tak melapor ke kelurahan ketika akan membangun tembok di lahan miliknya, hingga menutupi rumah warga.

Menurut dia, pihak pengembang hanya melapor kepada pengurus lingkungan ketika proses pembangunan tembok setinggi kurang lebih 2 meter itu dimulai.

"Dia tidak komunikasi ke saya bangun itu. Tapi ke RT-nya dia ngomong. Tadi pak RT juga sudah saya temui. Kalau seperti ini kan harusnya ngobrol juga ke kami, jangan main pagar aja," ujar Cecep saat dihubungi, Rabu (9/8/2021).

Baca juga: Akses Rumah Warga Serua Ciputat Ditutup Tembok karena Tak Mampu Bayar Rp 25 Juta

Selain itu, Cecep mengaku tidak mengetahui apakah proses pembangunan yang sedang dilakukan pihak pengembang sudah memiliki izin mendirikan bangunan (IMB).

Alhasil, tembok yang kini telah berdiri depan tiga rumah warga itu menuai polemik. Sebab keberadaan tembok dianggap telah menutup akses warga.

"Termasuk itu yang akan saya tanyakan ke pengembangnya. Besok (Kamis) dia mau ketemu sama saya. Tapi dia cukup kooperatif lah, dia mengakui kesalahannya," kata Cecep

Menurut dia, pihak pengembang seharusnya bisa memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat sekitar ketika melakukan pembangunan.

"Pengembang juga seharusnya mengerti keadaan masyarakat perkampungan," kata Cecep.

Akses menuju tiga rumah warga di kawasan Jalan Pelikan RT 006 RW 009, Serua, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, ditutup tembok oleh pihak yang disebut pengembang.

Baca juga: Akses Rumah Warga Serua Ciputat Ditutup Tembok, Lurah: Lahan Milik Pengembang

Tembok yang membatasi permukiman warga dengan lahan kosong untuk perumahan itu mulai dibangun sejak Jumat (3/9/2021), karena warga tidak membayar uang yang diminta pihak pengembang.

Salah seorang warga yang akses rumahnya terhalang tembok, Tarmo (50), mengaku didatangi oleh seorang perwakilan pengembang yang membangun tembok tersebut.

Orang itu meminta Tarmo membayar Rp 25 juta jika ingin akses menuju rumahnya tidak dibangun tembok pembatas.

"Waktu itu kan belum dipagar. Nah kalau saya bayar, tidak dipagar. Makanya sampai di angka Rp 15 juta - Rp 25 juta kalau enggak mau dipagar tembok," ujar Tarmo saat diwawancarai, Selasa (7/9/2021).

Tarmo tak sanggup membayar uang yang diminta sehingga tembok setinggi dua meter itu dibangun tepat di depan rumahnya.

"Saya mikir dong, akhirnya saya (tawar) bilang Rp 5 juta. Itu pun tidak sekarang, saya akan saya usahakan. Dia enggak mau, maunya Rp 15 juta," kata Tarmo.

Halaman:


Terkini Lainnya

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Jasad Perempuan Dalam Koper di Bekasi Alami Luka di Kepala, Hidung dan Bibir

Megapolitan
Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Dukcapil DKI: Penonaktifan NIK Warga Jakarta Bisa Tekan Angka Golput di Pilkada

Megapolitan
Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Polisi: Mayat Dalam Koper di Cikarang Bekasi Seorang Perempuan Paruh Baya Asal Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Pembunuh Wanita di Pulau Pari Curi Ponsel Korban dan Langsung Kabur ke Sumbar

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Warga Duga Ada Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru Seharga Rp 50 Juta oleh Oknum Pengelola

Megapolitan
Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Pemprov DKI: Restorasi Rumah Dinas Gubernur Masih Tahap Perencanaan

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Harga Bawang Merah Melonjak, Pedagang Keluhkan Pembelinya Berkurang

Megapolitan
NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

NIK Ratusan Ribu Warga Jakarta yang Tinggal di Daerah Lain Terancam Dinonaktifkan

Megapolitan
Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Wakil Ketua DPRD Niat Bertarung di Pilkada Kota Bogor: Syahwat Itu Memang Sudah Ada...

Megapolitan
Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Saksi Sebut Hujan Tak Begitu Deras Saat Petir Sambar 2 Anggota TNI di Cilangkap

Megapolitan
PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

PAN Sebut Warga Depok Jenuh dengan PKS, Imam Budi: Bagaimana Landasan Ilmiahnya?

Megapolitan
Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Ketika Kajari Jaksel Lelang Rubicon Mario Dandy, Saksi Bisu Kasus Penganiayaan D di Jaksel

Megapolitan
Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Warga Jakarta yang NIK-nya Dinonaktifkan Tak Bisa Pakai BPJS Kesehatan

Megapolitan
Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang 'Pelanggannya' di Kali Bekasi

Perempuan yang Ditemukan Tewas di Pulau Pari Dibuang "Pelanggannya" di Kali Bekasi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com