DEPOK, KOMPAS.com - Salah satu orangtua narapidana korban kebakaran Lapas Klas 1 Tangerang mengkritik pola pengawasan di dalam lapas yang dianggap tak sebanding dengan jumlah penghuni.
Hal ini turut andil dalam jumlah korban jiwa yang timbul akibat peristiwa kebakaran pada Rabu (8/9/2021) itu.
"Ini kan yang salah negara. Masak hanya 12 orang (yang jaga) dari sekian banyak blok," kata Nyoman Sami, orangtua I Wayan Tirta, kepada Kompas.com pada Kamis (9/9/2021).
Baca juga: Satu Korban Kebakaran Lapas Tangerang Teridentifikasi
Wayan merupakan narapidana kasus pembunuhan yang tewas bersama 43 korban lain dalam peristiwa kebakaran Lapas Tangerang.
Dua belas orang yang disinggung oleh Nyoman adalah jumlah sipir. Diketahui, jumlah sipir di Lapas Tangerang memang hanya 12-13 orang per regunya.
Padahal, kapasitas Lapas Tangerang sebesar 600 orang.
Hingga kebakaran Rabu dini hari itu, kapasitas itu sudah kelebihan 1.472 orang, alias 245 persen atau sekitar tiga kali lipat, menjadi 2.072 orang.
Blok C yang terbakar dihuni oleh 122 orang. Itu sudah kelebihan kapasitas. Seluruh sel dalam keadaan terkunci waktu kebakaran terjadi.
Nyoman menganggap, pemerintah sudah selayaknya secepatnya menyalurkan santunan kepada keluarga para korban.
"Katanya, Menteri KumHAM itu katanya ada uang santunan. Saya dengar ada," ujar Nyoman.
"Saya minta persetujuan keluarga besar. Orang Bali tidak punya makam. Kalau nanti sudah ada dana, baru kremasi," ia menambahkan.
Baca juga: Yasonna Beri Santunan ke Keluarga Tiga Napi yang Tewas Terbakar di Lapas Tangerang
Nyoman juga berharap agar ia maupun keluarga tidak dipersulit untuk mengambil jenazah Wayan.
Sejauh ini, Nyoman mengaku harus melakukan tes DNA di RS Polri Kramat Jati, tempat jenazah Wayan berada saat ini.
Ia mengetahui hal itu pun berdasarkan inisiatifnya sendiri untuk menghubungi pihak lapas dan pihak rumah sakit, bukan sebaliknya.
Karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan, Nyoman mengirim anaknya yang lain untuk melakukan tes DNA. Namun, hasilnya tidak cocok.