JAKARTA, KOMPAS.com - Taman Mini Indonesia Indah (TMII) adalah salah satu tempat wisata favorit warga Jakarta yang berlokasi di Jakarta Timur.
Sebelum menempati lokasi sekarang, TMII pernah diusulkan dibangun di kawasan lain yakni Waduk Melati dekat Hotel Indonesia di Menteng, Jakarta Pusat; kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat; dan Sunter, Jakarta Utara.
Namun, ketiga lokasi itu tidak cukup luas untuk membangun TMII.
Pembangunan TMII berawal dari ide Siti Hartinah Soeharto, istri Presiden Soeharto, untuk membuat suatu destinasi wisata yang menampilkan keberagaman budaya Indonesia.
Baca juga: Kilas Balik Peristiwa Tanjung Priok September 1984
Konsep TMII dikemukakan Ibu Tien (sapaan akrab Siti Hartinah Soeharto) dalam rapat Yayasan Harapan Kita di kediamannya di Jalan Cendana 8, Jakarta Pusat pada 13 Maret 1970.
Ibu Tien menjelaskan gagasannya untuk membuat suatu tempat wisata yang mampu menjadi miniatur Indonesia.
Gagasan Ibu Tien itu disambut baik oleh Gubernur DKI Jakaraa yang kala itu dijabat Ali Sadikin. Namun, muncul permasalahan dalam pembangunan TMII yakni menemukan lokasi yang tepat dan sumber pendanaan.
Sebab, dibutuhkan lahan yang luas untuk membangun TMII sebagai miniatur Indonesia.
"Yang jadi soal waktu itu, buat saya, di mana taman itu harus dibangun? Dan bagaimana mengadakan dananya?" kata Bang Ali dalam buku Bang Ali: Demi Jakarta 1966-1977 yang ditulis oleh Ramadhan K.H.
Bang Ali kemudian mengusulkan TMII dibangun di pinggiran Jakarta agar tidak mengganggu perkembangan Jakarta sebagai kota metropolitan.
Usulan Bang Ali selanjutnya disampaikan Ibu Tien kepada Brigjen TNI Herman Sarens Sudiro. Herman dikenal sebagai komandan korps Hankam sekaligus merangkap project officer pembangunan TMII.
Baca juga: Kilas Balik Sejarah Jakarta: Asal-usul Nama Kampung Bali di Tanah Abang
Saat itu, Herman juga baru membereskan pembebasan lahan untuk pembangunan markas besar ABRI di kawasan Cilangkap, Jakarta Timur.
Menanggapi usulan Bang Ali, Herman kemudian mengusulkan TMII dibangun di kawasan Bambu Apus, Jakarta Timur. Herman juga meyakinkan Ibu Tien tentang potensi kawasan Bambu Apus.
"Setelah Ibu Tien melihat lokasi, menyatakan setuju dengan rencana itu, kami menghadap Pak Harto. Setelah itu, tanah dibebaskan dengan mengumpulkan kepala desa di sekitar Bambu Apus," kata Herman dalam otobiografinya Herman Sarens Sudiro: Ancemon Gula Pasir, Budak Angon Jadi Opsir.
Baca juga: Kilas Balik Riwayat Kampung Susun Akuarium: Digusur Ahok, Dibangun Kembali oleh Anies
Pembangunan TMII di Bambu Apus, Jakarta Timur diputuskan melalui SK Gubernur tanggal 7 Maret 1972. Harga tanah yang dibebaskan untuk lahan proyek TMII adalah Rp 50 per meter.
"Tugasku dalam TMII adalah membebaskan tanah, sedangkan pembangunannya diserahkan ke pihak swasta," ujar Herman.
Pembangunan TMII sempat menuai kritikan karena dianggap sebagai pemborosan anggaran. Namun, pembangunan TMII tetap berjalan selama pemerintahan Presiden Soeharto.
Ibu Tien mengatakan pembangunan miniatur Indonesia itu menelan dana sebesar Rp 10,5 miliar. Dana pembangunan TMII seharusnya dibebankan kepada pihak swasta dan pengusaha.
Namun, skema pendanaan itu menjadi ganjil karena provinsi juga ikut menanggung 16 persen dari total biaya pembangunan.
Meski menuai kritikan publik, TMII terus dibangun dan diresmikan pada 20 April 1975.
Artikel ini telah tayang di Historia.id dengan judul Cerita di Balik Pembangunan TMII
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.