Berdasarkan laporan penyelenggaraan Formula-E yang diberikan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) DKI Jakarta kepada Anies Baswedan disebutkan, ada biaya commitment fee selama lima tahun rencana penyelenggaraan Formula E sebesar Rp 2,3 triliun.
Pemrov harus memastikan pengalokasian anggaran pembayaran commitment fee lima tahun berturut-turut sesuai dengan perjanjian yang ditandatangani bersama Formula-E Operation (FEO).
Bila kewajiban tersebut tidak bisa dibayar, Pemrov DKI dianggap melakukan wanprestasi dan dapat digugat di Arbitrase Internasional di Singapore (Kompas.com, 13 September 2021).
Baca juga: Jika Tak Bayar Commitment Fee Formula E, Pemprov Jakarta Bisa Digugat Arbitrase
Sejak 2019 hingga 2024, Pemrov DKI sudah harus mencicil antara 20 juta hingga 29,282 juta poundsterling saban tahun.
Dari titik ini, mereka yang pernah belajar atau kuliah di fakultas hukum akan paham bahwa perjanjian yang dibuat Pemrov DKI dengan FEO sangat timpang dan terkesan berat sebelah. Ini mirip Pinjol. Pemrov DKI begitu didikte dan diatur secara sepihak dengan aturan yang merugikan Pemprov.
Lebih menarik lagi temuan politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta yang mendapatkan besaran commitment fee yang “njomplang” antara Montreal, Kanada, dengan Jakarta.
Sama-sama berminat menjadi tuan rumah Formula-E, Montreal hanya menbayar Rp 18,7 miliar atau cukup 5 persen dari commitment fee yang dibayarkan Pemrov DKI (Kompas.com, 16 September 2021).
Baca juga: PSI: Montreal Hanya Bayar 18,7 M untuk Formula E, Mengapa Jakarta Ditagih Commitment Fee Rp 2,4 T?
Masih dari temuan PSI, sejumlah kota besar di Amerika Serikat malah tidak dikenakan biaya commitment fee. Kota Roma di Italia juga bebas dari kewajiban pembayaran commitment fee hingga penyelenggaraan Formula-E tahun 2025.
Seperti menepis keraguan berbagai kalangan terhadap pembiayaan Formula-E, Wakil Gubernur DKI Ahmad Reza Patria mengatakan pelunasan biaya commitment fee akan melibatkan swasta.
Artinya, pembayaran commitment fee senilai Rp 2,3 triliun untuk lima tahun pemyelenggaraan tidak hanya dibebankan ke APBD DKI saja (Kompas.com, 14 September 2021).
Baca juga: Wagub DKI Sebut Pelunasan 5 Tahun Commitment Fee Formula E Akan Libatkan Swasta
Seperti sudah memperkirakan hitung-hitungan waktu antara berakhirnya masa jabatan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta pada tanggal 15 Oktober 2022 dengan durasi kewajiban pelunasan commitment fee, Ahmad Reza Patria menjelaskan, sisa pembayaran tidak harus dilakukan di sisa periode kepemimpinan Anies Baswedan.
Dengan demikian, Penjabat Gubernur DKI Jakarta yang akan ditunjuk Presiden Joko Widodo nantinya akan “menanggung” beban sisa pembayaran commitment fee selama dua tahun hingga terpilihnya kepala daerah definitif hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak di 2024.
Baca juga: Dicari Pengganti Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, Khofifah, dan Lainnya
Padahal dalam kamus baku mengenai kepemimpinan yang berhasil dan efektif adalah kepemimpinan yang meninggalkan legacy yang bisa dijadikan role model bagi generasi mendatang.
Seorang leader harus bisa memberikan inspirasi dan motivasi, terbuka atas ide dan gagasan baru, bisa memberdayakan warga yang dipimpinnya, memiliki integritas, cakap dalam berkomunikasi serta mampu melihat terlebih dahulu ketimbang orang lain atau visioner. Tentu legacy-nya bukan warisan beban utang yang menggunung.