JAKARTA, KOMPAS.com - Tri Prasetyo Utomo, pegawai negeri sipil (PNS) DKI Jakarta yang terbukti melakukan korupsi dana bantuan yayasan anak yatim, menolak disebut dipecat oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Kuasa hukum Tri Prasetyo, Anggiat BM Manalu, menuturkan, kliennya bukan dipecat, melainkan diberhentikan dengan tidak hormat.
"Hal (pemecatan) tersebut tidak pernah terjadi sebab yang benar adalah diberhentikan dengan tidak hormat karena adanya vonis pengadilan yang sudah inkrah," kata Anggiat dalam keterangannya kepada Kompas.com, Sabtu (25/9/2021).
Baca juga: Anies Pecat PNS DKI yang Korupsi Sumbangan Anak Yatim
Merujuk pada kasus yang menjeratnya, kata Anggiat, Tri Prasetyo diberhentikan dengan tidak hormat sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS dan Peraturan Badan Kepegawaian Negara Nomor 3 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Pemberhentian PNS.
Sementara itu, istilah pemecatan digunakan untuk kasus berbeda.
"Jadi kalaupun ingin menggunakan kalimat pecat lebih tepat terhadap kasus yang merupakan hasil temuan Inspektorat berupa penegakan disiplin ASN tanpa vonis pengadilan," kata Anggiat.
Tri Prasetyo diberhentikan dengan tidak hormat melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 989 Tahun 2021 yang ditandatangani Anies pada 16 Agustus 2021.
Tri kemudian mengajukan banding ke Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek) atas terbitnya SK tersebut.
"Upaya hukum yang sedang dilakukan Tri Prasetyo Utomo yaitu keberatan dan banding administrasi," ucap Anggiat.
Dalam surat banding yang dikirimkan ke Bapek, Tri merasa dirugikan karena menurutnya dasar penerbitan SK Nomor 989 Tahun 2021 tak sesuai ketentuan.
Baca juga: Bukan Klaster Sekolah, Ini Penjelasan Dinkes DKI soal 2 Siswa SDN 03 Klender Positif Covid-19
SK itu juga disebut terbit tanpa adanya pemanggilan dan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap Tri.
Penerbitan SK tersebut juga disebut tak sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 dan Peraturan BKN Nomor 3 Tahun 2020.
Tri juga berkeberatan karena dengan terbitnya SK tersebut, dia tidak lagi menerima hak-hak sebagai PNS. Tri juga merasa diperlakukan secara tidak adil.
Dalam surat banding tersebut, Tri menuntut Anies membatalkan SK Nomor 989 Tahun 2021.
"Mengembalikan status pembanding (Tri) sebagai pegawai negeri sipil dengan pangkat/golongan Ruang Penata Tingkat I (III/D) pada Pemda DKI Jakarta," demikian tuntutan dalam surat banding tersebut.
Baca juga: Foto Viral Bayi Dicat Silver di Pamulang, Satpol PP Bakal Bertindak
Sebelum ini, Tri telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta untuk mencabut SK Nomor 989 Tahun 2021.
Namun, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi DKI Jakarta Yayan Yuhanah menegaskan, gugatan tersebut digugurkan karena dinilai tidak sesuai prosedur.
Tri terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp 370 juta saat menjabat sebagai Kepala Seksi Pemerintahan Kelurahan Sukabumi Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Berdasarkan fakta persidangan, Tri seolah-olah membuat uang Rp 370 juta itu disalurkan ke yayasan anak yatim bernama Yayasan Nurul Arasy.
Caranya, Tri meminta KS (korban) untuk membuat kuitansi palsu.
Baca juga: Perseteruan Warga dengan 16 Sekuriti di Kembangan, Polisi Tetapkan Satu Tersangka
Pimpinan Yayasan Nurul Arasy, Sinar Suryani Ratih, dalam persidangan menegaskan, tak pernah ada sumbangan sebesar itu.
Tri hanya pernah memberikan uang dengan nilai antara Rp 1 juta-Rp 2 juta kepada yayasan.
Berdasarkan putusan Nomor 36/Pidsus TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 11 November 2020, Tri Prasetyo Utomo dijatuhi pidana penjara selama 1 tahun 4 bulan serta membayar denda sebesar Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.