JAKARTA, KOMPAS.com - Lubang Buaya identik sebagai tempat pembuangan jasad tujuh Pahlawan Revolusi, yang menurut catatan sejarah Orde Baru, dibunuh oleh PKI pada 30 September 1965.
Kejadian ini kini dikenal sebagai Gerakan 30 September atau disingkat G30S/PKI.
Kali ini dalam rangka mengenang kepergian tujuh Pahlawan Revolusi tersebut, Kompas.com mengulas sejarah dari pemberian nama Lubang Buaya.
Lubang Buaya sendiri merupakan sebuah kelurahan yang terletak di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.
Ada dua legenda yang tersebar luas di masyarakat terkait penamaan kawasan Lubang Buaya. Berikut rangkumannya, seperti dilansir dari TribunJakarta.com.
Baca juga: 50.000 Warga Divaksinasi Covid-19 di Pondok Pesantren di Lubang Buaya
Disampaikan Kasubsi Bimbingan dan Informasi Monumen Pancasila Sakti Mayor Caj Edy Bawono, tak jauh dari sumur pembuangan jenazah Pahlawan Revolusi terdapat sebuah sungai bernama Sunter.
Sungai Sunter dahulu dikenal berbahaya lantaran banyak buaya yang berkeliaran di sana. Para buaya tersebut sering membuat lubang untuk bersembunyi, jelas Edy.
Maka dari itu, kawasan tersebut dinamai Lubang Buaya.
Legenda lain menyebut kehadiran seorang sakti bernama Mbah Datuk Banjir Pangeran Syarif Hidayatullah. Ia yang mencetuskan penamaan kawasan Lubang Buaya.
Tribun Jakarta menemui Yanto Wijoyo (45) yang merupakan keturunan kesembilan dari Datuk Banjir.
Baca juga: Bocah Tiga Tahun Bermalam dengan Jasad Neneknya di Kelapa Gading, Saksi Cium Bau Busuk
Ia mengatakan, pencetusan nama Lubang Buaya itu berawal saat leluhurnya melakukan perjalanan ke Jakarta pada abad 7.
"Menurut cerita kakek nenek saya, sebelum sampai kemari (Datuk Banjir) melakukan perjalanan melalui rute Kali Sunter. Mengendarai kendaraan dari bambu yang disebut getek," kata Yanto.
Dalam perjalanannya, getek Datuk Banjir tersedot ke dalam lubang hingga menyentuh bagian dasar Kali Sunter. Namun, Datuk Banjir tak ikut terseret ke lubang.
Menurut Yanto, ini merupakan ulah dari penguasa gaib yang ada di Kali Sunter, yakni seekor siluman buaya putih. Buaya putih tersebut dikisahkan bernama Pangeran Gagak Jakalumayung.
Baca juga: Anggota DPD Sabam Sirait Tutup Usia
Sang siluman memiliki anak bernama Mpok Nok. Ia berwujud buaya tanpa ekor, atau disebut buaya buntung.