Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asal-usul Nama Lubang Buaya yang Jadi Tempat Pembuangan Jasad 7 Pahlawan Revolusi Saat G30S/PKI

Kompas.com - 30/09/2021, 15:51 WIB
Ivany Atina Arbi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lubang Buaya identik sebagai tempat pembuangan jasad tujuh Pahlawan Revolusi, yang menurut catatan sejarah Orde Baru, dibunuh oleh PKI pada 30 September 1965.

Kejadian ini kini dikenal sebagai Gerakan 30 September atau disingkat G30S/PKI.

Kali ini dalam rangka mengenang kepergian tujuh Pahlawan Revolusi tersebut, Kompas.com mengulas sejarah dari pemberian nama Lubang Buaya.

Lubang Buaya sendiri merupakan sebuah kelurahan yang terletak di Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur.

Ada dua legenda yang tersebar luas di masyarakat terkait penamaan kawasan Lubang Buaya. Berikut rangkumannya, seperti dilansir dari TribunJakarta.com.

Baca juga: 50.000 Warga Divaksinasi Covid-19 di Pondok Pesantren di Lubang Buaya

Disampaikan Kasubsi Bimbingan dan Informasi Monumen Pancasila Sakti Mayor Caj Edy Bawono, tak jauh dari sumur pembuangan jenazah Pahlawan Revolusi terdapat sebuah sungai bernama Sunter.

Sungai Sunter dahulu dikenal berbahaya lantaran banyak buaya yang berkeliaran di sana. Para buaya tersebut sering membuat lubang untuk bersembunyi, jelas Edy.

Maka dari itu, kawasan tersebut dinamai Lubang Buaya.

Siluman buaya putih

Legenda lain menyebut kehadiran seorang sakti bernama Mbah Datuk Banjir Pangeran Syarif Hidayatullah. Ia yang mencetuskan penamaan kawasan Lubang Buaya.

Tribun Jakarta menemui Yanto Wijoyo (45) yang merupakan keturunan kesembilan dari Datuk Banjir.

Baca juga: Bocah Tiga Tahun Bermalam dengan Jasad Neneknya di Kelapa Gading, Saksi Cium Bau Busuk

Ia mengatakan, pencetusan nama Lubang Buaya itu berawal saat leluhurnya melakukan perjalanan ke Jakarta pada abad 7.

"Menurut cerita kakek nenek saya, sebelum sampai kemari (Datuk Banjir) melakukan perjalanan melalui rute Kali Sunter. Mengendarai kendaraan dari bambu yang disebut getek," kata Yanto.

Dalam perjalanannya, getek Datuk Banjir tersedot ke dalam lubang hingga menyentuh bagian dasar Kali Sunter. Namun, Datuk Banjir tak ikut terseret ke lubang.

Menurut Yanto, ini merupakan ulah dari penguasa gaib yang ada di Kali Sunter, yakni seekor siluman buaya putih. Buaya putih tersebut dikisahkan bernama Pangeran Gagak Jakalumayung.

Baca juga: Anggota DPD Sabam Sirait Tutup Usia

Sang siluman memiliki anak bernama Mpok Nok. Ia berwujud buaya tanpa ekor, atau disebut buaya buntung.

Datuk Banjir pun kemudian bertarung dengan kedua buaya sebelum bisa masuk ke kampung yang kini dinamai Lubang Buaya.

"Mbah Datuk Banjir kan datang kemari sebagai pendatang. Masuk di kampung ini berhadapan dengan halangan-halangan daripada jin, penguasa Kali Sunter. Akhirnya bisa ditaklukkan dan akhirnya bisa dijadikan, bahasa kasarnya santrinya lah," tuturnya.

Setelah menaklukkan 'penguasa' Kali Sunter, Datuk Banjir mencetuskan nama Lubang Buaya yang mengacu pada kampung tersebut.

Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul “Sosok Mbah Datuk Banjir, Ulama Pejuang Pencetus Nama Lubang Buaya”.

(Penulis: Bima Putra | Editor: Wahyu Aji)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bisakah Beli Tiket Dufan On The Spot?

Bisakah Beli Tiket Dufan On The Spot?

Megapolitan
Rute Transjakarta 2E Rusun Rawa Bebek-Penggilingan via Rusun Pulo Gebang

Rute Transjakarta 2E Rusun Rawa Bebek-Penggilingan via Rusun Pulo Gebang

Megapolitan
Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Dinas SDA DKI Sebut Proyek Polder di Tanjung Barat Akan Selesai pada Mei 2024

Megapolitan
Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Ketua DPRD Sebut Masih Ada Kawasan Kumuh Dekat Istana, Pemprov DKI: Lihat Saja di Google...

Megapolitan
Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Mobil Rubicon Mario Dandy Dilelang Mulai dari Rp 809 Juta, Kajari Jaksel: Kondisinya Masih Cukup Baik

Megapolitan
Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Sindikat Pencuri di Tambora Berniat Buka Usaha Rental Motor

Megapolitan
PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

PDI-P DKI Mulai Jaring Nama Bacagub DKI, Kader Internal Jadi Prioritas

Megapolitan
PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

PDI-P Umumkan Nama Bacagub DKI yang Diusung pada Mei 2024

Megapolitan
Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan 'Pelanggannya' dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Keluarga Tak Tahu RR Tewas di Tangan "Pelanggannya" dan Dibuang ke Sungai di Bekasi

Megapolitan
KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

KPU Jaktim Buka Pendaftaran PPK dan PPS untuk Pilkada 2024, Ini Syarat dan Jadwal Seleksinya

Megapolitan
NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

NIK-nya Terancam Dinonaktifkan, 200-an Warga di Kelurahan Pasar Manggis Melapor

Megapolitan
Pembunuh Wanita 'Open BO' di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Pembunuh Wanita "Open BO" di Pulau Pari Dikenal Sopan oleh Warga

Megapolitan
Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Pengamat: Tak Ada Perkembangan yang Fenomenal Selama PKS Berkuasa Belasan Tahun di Depok

Megapolitan
“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

“Liquid” Ganja yang Dipakai Chandrika Chika Cs Disebut Modus Baru Konsumsi Narkoba

Megapolitan
Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Chandrika Chika Cs Jalani Asesmen Selama 3,5 Jam di BNN Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com