JAKARTA, KOMPAS.com - Evania (27), karyawan swasta di Jakarta Selatan, mendambakan punya rumah sendiri.
Berbagai upaya sudah dia lakukan untuk mencari rumah tapak idamannya, dari berselancar di situs jual beli rumah hingga datang ke pameran properti.
Namun, upaya tersebut belum membuahkan hasil lantaran kemampuan finansial Evania yang masih terbatas.
Budget perempuan muda ini untuk membeli rumah adalah sebesar Rp 400 juta.
Saat ini, uang senilai Rp 400 juta itu hanya bisa digunakan untuk membeli rumah di daerah penyangga yang belum terakses angkutan massal.
Baca juga: Saat Milenial Jakarta Hanya Mampu Beli Rumah Kecil yang Jauh dan Minim Akses Transportasi
Sementara itu, untuk mendapatkan rumah tapak tipe 36 di Jakarta, Evania harus merogoh kocek hingga Rp 556 juta.
Akibatnya, Evania harus menunda keinginannya untuk membeli rumah.
Belum lagi kondisi pandemi Covid-19 saat ini menimbulkan ketidakpastian. Ia khawatir sewaktu-waktu bisa terkena pemotongan gaji atau pemutusan hubungan kerja.
“Rencana dan budget belum seiring,” ujar Evania kepada Kompas.
Pilihan paling realistis saat ini adalah indekos atau mengontrak rumah yang terjangkau angkutan umum sembari menabung, imbuhnya.
Baca juga: Kisah Bocah Ditemukan Bersama Jasad Neneknya di Kelapa Gading, 4 Hari Terkurung di Rumah
Riset terbaru Harian Kompas menunjukkan, pekerja milenial di Jakarta dengan upah minimum provinsi hanya mampu membeli rumah kecil yang terletak jauh dari Ibu Kota.
Properti yang terjangkau bagi kelompok pekerja muda ini juga minim akses transportasi publik, seperti kereta komuter.
Berdasarkan simulasi kredit pemilikan rumah yang dilakukan Harian Kompas didapatkan kesimpulan bahwa pekerja dengan gaji UMP (Rp 4,4 juta) hanya mampu membeli rumah seharga Rp 168-200 juta.
Perhitungan ini didasarkan pada cicilan maksimum yang bisa mereka bayar setiap bulannya yang senilai 35 persen dari gaji (Rp 1,5 juta).
Cicilan dibayar dalam jangka waktu 15 tahun, dan bunga tetap 8 persen per tahun.