"Jadi prinsipnya operasi DVI sama. Hal itu juga berlaku saat kasus Sriwijaya Air SJ 182 atau kebakaran Lapas Tangerang," ujar Agung.
Agung mengatakan, pada setiap operasi, tim DVI memiliki kesulitan yang berbeda-beda.
Ia mencontohkan, pada kasus Sriwijaya Air SJ 182 di mana kondisi jenazah tercerai-berai.
"Itu termasuk menjadi variasi penyulit. Memang kecelakaan pesawat di mana pesawat itu jatuhnya di laut, biasanya jenazahnya sepotong-potong," ucap Agung.
Baca juga: DVI Polri Tutup Identifikasi Korban Sriwijaya Air SJ 182, 3 Orang Belum Teridentifikasi
Pada kasus lain, misal kebakaran Lapas Tangerang, kondisi jenazah relatif utuh.
Namun, yang menjadi kesulitan adalah data antemortem.
"Korban mudah diperiksa, tetapi data dari keluarga sulit didapat. Misalnya keluarganya jauh, luar negeri," kata Agung.
"Intinya punya kesulitan berbeda. Dalam operasi DVI tidak ada yang sama. Misalnya Sukoi, Sriwijaya, dulu pernah Garuda. Kondisinya beda-beda, kesulitannya beda-beda," ujar dia.
Agung menegaskan, tim DVI mementingkan ketepatan, bukan kecepatan.
"Untuk identifikasi prinsipnya ketepatan bukan kecepatan. Kalau lebih cepat lebih baik, kebetulan yang (identifikasi korban) Lapas Tangerang termasuk cepat," ujar Agung.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.