Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/10/2021, 07:54 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Disaster Victim Identification (DVI) menjadi garda terdepan dalam mengidentifikasi korban meninggal dunia akibat bencana massal.

Tugas mereka mengidentifikasi korban meninggal secara ilmiah yang mengacu pada standar baku International Criminal Police Organization (Interpol).

Tim DVI baru dibentuk Polri pada saat kejadian Bom Bali, Oktober 2002. Saat itu, ada 202 korban tewas akibat ledakan bom tersebut.

Terbaru, mereka mengidentifikasi korban tewas akibat kebakaran Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang, Banten.

Baca juga: Tiga Korban Kebakaran Lapas Kelas I Tangerang Teridentifikasi Tim DVI

Empat fase identifikasi

Proses identifikasi yang dilakukan tim DVI terdiri dari empat fase.

Fase pertama adalah mendatangi tempat kejadian perkara (TKP) atau bencana.

"Yang dilakukan adalah mencari (jenazah), setelah itu pendataan, setelah itu dibawa ke rumah sakit," kata Katim Rekonsiliasi tim DVI Kombes Agung Wijayanto saat ditemui di RS Polri, Kramatjati, Jakarta Timur.

Fase kedua adalah postmortem atau pemeriksaan jenazah.

Tim forensik akan memeriksa kondisi jenazah, misal dalam kondisi utuh atau tidak, letak tato, tahi lalat, bekas luka dan sebagainya. Hal yang bisa dilihat lewat mata.

Baca juga: Jenazah Korban Kebakara Lapas Tangerang Petra Eka Teridentifikasi lewat Sampel Darah

"Misal jenazah relatif utuh atau terbakar, atau ditemukan dalam bentuk bagian-bagian itu," kata Agung.

Kepala Departeman Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Ade Firmansyah, mengatakan pemeriksaan postmortem bisa hanya dari luar saja, bisa juga sampai pengambilan sampel atau melihat sampai ke dalam.

Contohnya pada jenazah korban yang memiliki riwayat operasi jantung. Data medis itulah yang dicari oleh tim forensik dan dicocokan dengan jenazah yang ditemukan.

"Betul enggak? Ada individu ini memiliki riwayat operasi jantung. Betul enggak ada bekas-bekas operasi jantung pada tubuh jenazah yang kami periksa," kata Ade.

Pemeriksaan postmortem adalah untuk mencari penanda identifikasi yang terdiri dari dua macam, yakni sampel primer dan sekunder.

Sampel primer terdiri dari sidik jari, DNA, dan gigi. Sementara sampe sekunder berupa properti, mulai dari baju, perhiasan, termasuk juga kartu tanda penduduk (KTP).

Fase ketiga adalah antemortem atau pengumpulan data-data.

Baca juga: Seorang Korban Pesawat Sriwijaya Air Berhasil Teridentifikasi Lewat DNA di Sikat Gigi

Misalnya, tim DVI akan meminta foto yang dimiliki keluarga yang menampilkan saat korban tersenyum dan menampakkan giginya, sehingga dapat diketahui susunan gigi milik korban.

Tim forensik juga bisa meminta contoh sidik jari korban, yang salah satunya bisa dilihat di KTP atau ijazah.

Pada saat antemortem, tim forensik juga bisa meminta profil DNA dari keluarga korban. Profil DNA yang diminta dari ayah, ibu, atau saudara kandung korban.

Fase terakhir atau keempat adalah rekonsiliasi, yakni pencocokan antara data postmortem dan antemortem.

"Jadi prinsipnya operasi DVI sama. Hal itu juga berlaku saat kasus Sriwijaya Air SJ 182 atau kebakaran Lapas Tangerang," ujar Agung.

Kesulitan yang berbeda-beda

Agung mengatakan, pada setiap operasi, tim DVI memiliki kesulitan yang berbeda-beda.

Ia mencontohkan, pada kasus Sriwijaya Air SJ 182 di mana kondisi jenazah tercerai-berai.

"Itu termasuk menjadi variasi penyulit. Memang kecelakaan pesawat di mana pesawat itu jatuhnya di laut, biasanya jenazahnya sepotong-potong," ucap Agung.

Baca juga: DVI Polri Tutup Identifikasi Korban Sriwijaya Air SJ 182, 3 Orang Belum Teridentifikasi

Pada kasus lain, misal kebakaran Lapas Tangerang, kondisi jenazah relatif utuh.

Namun, yang menjadi kesulitan adalah data antemortem.

"Korban mudah diperiksa, tetapi data dari keluarga sulit didapat. Misalnya keluarganya jauh, luar negeri," kata Agung.

"Intinya punya kesulitan berbeda. Dalam operasi DVI tidak ada yang sama. Misalnya Sukoi, Sriwijaya, dulu pernah Garuda. Kondisinya beda-beda, kesulitannya beda-beda," ujar dia.

Agung menegaskan, tim DVI mementingkan ketepatan, bukan kecepatan.

"Untuk identifikasi prinsipnya ketepatan bukan kecepatan. Kalau lebih cepat lebih baik, kebetulan yang (identifikasi korban) Lapas Tangerang termasuk cepat," ujar Agung.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Jakpro: Formula E Mendatang Digelar 8 Juni 2024

Jakpro: Formula E Mendatang Digelar 8 Juni 2024

Megapolitan
H-1 Balap Formula E Jakarta 2023, 40.000 Tiket Ludes Terjual

H-1 Balap Formula E Jakarta 2023, 40.000 Tiket Ludes Terjual

Megapolitan
Tumpukan Sampah Belum Sepenuhnya Diangkut, Spanduk Protes Masih Mejeng di TPS Pasar Kemiri Muka

Tumpukan Sampah Belum Sepenuhnya Diangkut, Spanduk Protes Masih Mejeng di TPS Pasar Kemiri Muka

Megapolitan
Perkumpulan Kesenian Sobokartti 'Banting Harga' demi Lestarikan Budaya Jawa

Perkumpulan Kesenian Sobokartti "Banting Harga" demi Lestarikan Budaya Jawa

Megapolitan
Ketua RT Riang: Pelanggaran Ruko Belum Selesai, Sampai Kapan Pun, Saya Tetap Berjuang

Ketua RT Riang: Pelanggaran Ruko Belum Selesai, Sampai Kapan Pun, Saya Tetap Berjuang

Megapolitan
Cuti Bersama Hari ini, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan

Cuti Bersama Hari ini, Ganjil Genap di Jakarta Ditiadakan

Megapolitan
Lekker 'Kangen Siap Bossque', Jajanan Kaki Lima Favorit Pekerja Kantoran Jakarta

Lekker "Kangen Siap Bossque", Jajanan Kaki Lima Favorit Pekerja Kantoran Jakarta

Megapolitan
Polisi Buru Pelaku Curanmor di Indekos Kawasan Tangerang

Polisi Buru Pelaku Curanmor di Indekos Kawasan Tangerang

Megapolitan
Kebakaran Bengkel Mobil di Kembangan, Pemilik Rugi hingga Rp 100 Juta

Kebakaran Bengkel Mobil di Kembangan, Pemilik Rugi hingga Rp 100 Juta

Megapolitan
Usai Cekcok, Mobil Ketua RT Riang Prasetya Dibaret Orang Tak Dikenal

Usai Cekcok, Mobil Ketua RT Riang Prasetya Dibaret Orang Tak Dikenal

Megapolitan
Tekan Populasi, 126 Kucing di Jakarta Utara Disterilisasi

Tekan Populasi, 126 Kucing di Jakarta Utara Disterilisasi

Megapolitan
Polda Metro Bakal Gandeng Kodam Jaya untuk Atasi Tawuran, Sosiolog: Bukti Akar Masalah Tak Tersentuh

Polda Metro Bakal Gandeng Kodam Jaya untuk Atasi Tawuran, Sosiolog: Bukti Akar Masalah Tak Tersentuh

Megapolitan
Inovasi Penjual Lekker Mengikuti Cita Rasa Kekinian di Ibu Kota

Inovasi Penjual Lekker Mengikuti Cita Rasa Kekinian di Ibu Kota

Megapolitan
Bengkel Mobil di Kembangan Kebakaran, Diduga akibat Korsleting AC

Bengkel Mobil di Kembangan Kebakaran, Diduga akibat Korsleting AC

Megapolitan
Aksi Berani Remaja Hadapi Jambret, Rela Terseret dan Terluka demi Pertahankan HP Berisi Materi Sekolah

Aksi Berani Remaja Hadapi Jambret, Rela Terseret dan Terluka demi Pertahankan HP Berisi Materi Sekolah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com