JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Disaster Victim Identification (DVI) menjadi garda terdepan dalam mengidentifikasi korban meninggal dunia akibat bencana massal.
Tugas mereka mengidentifikasi korban meninggal secara ilmiah yang mengacu pada standar baku International Criminal Police Organization (Interpol).
Tim DVI baru dibentuk Polri pada saat kejadian Bom Bali, Oktober 2002. Saat itu, ada 202 korban tewas akibat ledakan bom tersebut.
Terbaru, mereka mengidentifikasi korban tewas akibat kebakaran Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang, Banten.
Baca juga: Tiga Korban Kebakaran Lapas Kelas I Tangerang Teridentifikasi Tim DVI
Proses identifikasi yang dilakukan tim DVI terdiri dari empat fase.
Fase pertama adalah mendatangi tempat kejadian perkara (TKP) atau bencana.
"Yang dilakukan adalah mencari (jenazah), setelah itu pendataan, setelah itu dibawa ke rumah sakit," kata Katim Rekonsiliasi tim DVI Kombes Agung Wijayanto saat ditemui di RS Polri, Kramatjati, Jakarta Timur.
Fase kedua adalah postmortem atau pemeriksaan jenazah.
Tim forensik akan memeriksa kondisi jenazah, misal dalam kondisi utuh atau tidak, letak tato, tahi lalat, bekas luka dan sebagainya. Hal yang bisa dilihat lewat mata.
Baca juga: Jenazah Korban Kebakara Lapas Tangerang Petra Eka Teridentifikasi lewat Sampel Darah
"Misal jenazah relatif utuh atau terbakar, atau ditemukan dalam bentuk bagian-bagian itu," kata Agung.
Kepala Departeman Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Ade Firmansyah, mengatakan pemeriksaan postmortem bisa hanya dari luar saja, bisa juga sampai pengambilan sampel atau melihat sampai ke dalam.
Contohnya pada jenazah korban yang memiliki riwayat operasi jantung. Data medis itulah yang dicari oleh tim forensik dan dicocokan dengan jenazah yang ditemukan.
"Betul enggak? Ada individu ini memiliki riwayat operasi jantung. Betul enggak ada bekas-bekas operasi jantung pada tubuh jenazah yang kami periksa," kata Ade.
Pemeriksaan postmortem adalah untuk mencari penanda identifikasi yang terdiri dari dua macam, yakni sampel primer dan sekunder.
Sampel primer terdiri dari sidik jari, DNA, dan gigi. Sementara sampe sekunder berupa properti, mulai dari baju, perhiasan, termasuk juga kartu tanda penduduk (KTP).
Fase ketiga adalah antemortem atau pengumpulan data-data.
Baca juga: Seorang Korban Pesawat Sriwijaya Air Berhasil Teridentifikasi Lewat DNA di Sikat Gigi
Misalnya, tim DVI akan meminta foto yang dimiliki keluarga yang menampilkan saat korban tersenyum dan menampakkan giginya, sehingga dapat diketahui susunan gigi milik korban.
Tim forensik juga bisa meminta contoh sidik jari korban, yang salah satunya bisa dilihat di KTP atau ijazah.
Pada saat antemortem, tim forensik juga bisa meminta profil DNA dari keluarga korban. Profil DNA yang diminta dari ayah, ibu, atau saudara kandung korban.
Fase terakhir atau keempat adalah rekonsiliasi, yakni pencocokan antara data postmortem dan antemortem.
"Jadi prinsipnya operasi DVI sama. Hal itu juga berlaku saat kasus Sriwijaya Air SJ 182 atau kebakaran Lapas Tangerang," ujar Agung.
Agung mengatakan, pada setiap operasi, tim DVI memiliki kesulitan yang berbeda-beda.
Ia mencontohkan, pada kasus Sriwijaya Air SJ 182 di mana kondisi jenazah tercerai-berai.
"Itu termasuk menjadi variasi penyulit. Memang kecelakaan pesawat di mana pesawat itu jatuhnya di laut, biasanya jenazahnya sepotong-potong," ucap Agung.
Baca juga: DVI Polri Tutup Identifikasi Korban Sriwijaya Air SJ 182, 3 Orang Belum Teridentifikasi
Pada kasus lain, misal kebakaran Lapas Tangerang, kondisi jenazah relatif utuh.
Namun, yang menjadi kesulitan adalah data antemortem.
"Korban mudah diperiksa, tetapi data dari keluarga sulit didapat. Misalnya keluarganya jauh, luar negeri," kata Agung.
"Intinya punya kesulitan berbeda. Dalam operasi DVI tidak ada yang sama. Misalnya Sukoi, Sriwijaya, dulu pernah Garuda. Kondisinya beda-beda, kesulitannya beda-beda," ujar dia.
Agung menegaskan, tim DVI mementingkan ketepatan, bukan kecepatan.
"Untuk identifikasi prinsipnya ketepatan bukan kecepatan. Kalau lebih cepat lebih baik, kebetulan yang (identifikasi korban) Lapas Tangerang termasuk cepat," ujar Agung.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.