Normalisasi Ciliwung, yang mulai dikerjakan Pemprov DKI bersama dengan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Kementerian PUPR pada 2012, ditargetkan sepanjang 33,69 kilometer.
Hingga 2017, baru 16 kilometer sungai yang berhasil dinormalisasi, yakni diperlebar dan dibeton untuk memperlancar aliran sungai.
Namun, sejak 2017 program kerja sama ini terhenti lantaran tak lagi dibebaskannya lahan di sepanjang daerah aliran sungai yang akan dinormalisasi oleh Pemprov DKI Jakarta.
Anies kemudian menggagas program naturalisasi sungai. Adapun naturalisasi yang dimaksud Anies, dilakukan dengan menghidupkan ekosistem sungai. Selain itu, airnya akan dijernihkan sehingga bisa menjadi habitat hewan.
Baca juga: Alasan Mengapa Anies Tebang Ratusan Pohon di Monas: Akan Bangun Plaza seperti Konsep Awal
Pemprov DKI menegaskan program naturalisasi dan normalisasi dapat berjalan beriringan untuk mengendalikan banjir di Ibu Kota.
Riza meminta tak ada pihak-pihak yang membandingkan dua program pengendalian banjir tersebut.
"Jadi tidak perlu dibanding-bandingkan, dua-duanya punya tujuan dan maksud yang baik," kata Riza di Balai Kota, Jakarta Pusat, 19 Oktober 2020.
Menurut Riza, program normalisasi 13 sungai di Jakarta merupakan kewenangan pemerintah pusat. Sedangkan naturalisasi sungai merupakan program Pemprov DKI.
"Kami sendiri punya program naturalisasi, dua-duanya bisa diterapkan. Jadi dilihat situasi dan kondisi mana sungai-sungai lakukan dengan program normalisasi dan mana program naturalisasi," ujar Riza.
Dalam kesempatan berbeda, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Nasruddin Djoko Surjono juga mengungkapkan hal serupa.
Pemprov DKI Jakarta tidak mendikotomi istilah normalisasi atau naturalisasi dalam pengendalian banjir di Ibu Kota.
Baca juga: 4 Tahun Anies Jadi Gubernur DKI Jakarta: Para Pejabat Mengundurkan Diri, ASN Ogah Promosi