Kata dia, beberapa tahun silam, ada kamar mandi yang dibangun dekat sumur untuk warga setempat. Namun, saat ini sudah dibongkar menjadi rumah kontrakan.
Selang 10 meter dari rumah Sumiyati, terlihat seorang warga lainnya, Iyus (52) sedang menimba air di sumur yang berada tepat di depan rumahnya.
Senada dengan Sumiyati, Iyus juga membenarkan bahwa warga setempat sering merasa kesulitan memenuhi kebutuhan air.
Oleh sebab itu, sumur menjadi sumber air bagi dia dan warga 07 lainnya.
"Sampai saat ini masih pakai air sumur, ledeng tetep ada, tapi kebiasaan orang sini masih pakai air sumur, karena ini kan airnya cukup bersih, dan tawar. Enggak payau atau bau," ucap Iyus.
"Jadi sumber air buat warga di sini. Sering kalau krisis air mah di sini. Air PAM-nya kecil, jadi orang pada ngambil air sumur," lanjutnya.
Baca juga: Pencapresan Anies 2024 Masih Gelap Gulita
Iyus menambahkan, air sumur biasanya dia gunakan untuk kebutuhan mencuci dan mandi.
Sementara untuk kebutuhan memasak, dia tetap menggunakan air PAM atau membeli air galon isi ulang.
Sebelumnya, krisis air juga sempat dirasakan warga RW 12, Kelurahan Pademangan Barat, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara pada September 2021 lalu.
Selama berhari-hari air di rumah mereka keruh dan berbau, serta beberapa di antaranya mengalami mati total.
Salah satu warga, Puji (53) mengaku air di rumahnya tidak mengalir sejak Minggu (19/9/2021).
“Dari hari Minggu airnya mati, Ada juga yang airnya ngalir tapi keruh,” kata Puji Rabu 22 September 2021.
Sebagian dari warga yang kekurangan air terpaksa harus membeli air galon isi ulang untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.
“Ya terpaksa beli air galon soalnya airnya bau, enggak bisa dipakai buat apa-apa. Sehari bisa 10 galon itu, satunya Rp 5.000,” ucap Maria (61) warga lainnya.
Dengan begitu, dalam satu hari Maria bisa menghabiskan biaya sebesar Rp 50.000 untuk membeli air bersih.