DEPOK, KOMPAS.com - Wali Kota Depok Mohammad Idris didesak mengevaluasi Peraturan Wali Kota Nomor 9 Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Kota Depok yang kala itu diterbitkan Wali Kota Badrul Kamal.
Terkini, beleid tersebut kembali dijadikan dasar bagi penyegelan Masjid Al-Hidayah milik jemaah Ahmadiyah Depok pada Jumat (22/10/2021), meskipun masjid itu telah dilengkapi IMB rumah ibadah sejak 2007.
Yayasan Satu Keadilan, organsiasi sipil yang mendampingi jemaah Ahmadiyah Depok sejak 2011, menyatakan bahwa penyegelan ulang Masjid Al-Hidayah inkonstitusional dan melanggar hak asasi manusia.
Baca juga: Masjid Ahmadiyah Disegel Lagi, Pemkot Depok Dianggap Dukung Intoleransi Beragama
Semua tahu, UUD 1945 menjamin setiap warga negara menganut keyakinan, beribadah sesuai keyakinan, dan juga berserikat.
"Setelah 10 tahun, terbitnya Peraturan Wali Kota Depok tersebut telah membatasi hak dasar warga negara untuk beragama, berkeyakinan dan melaksanakan ibadah berdasarkan keyakinannya," kata juru bicara Yayasan Satu Keadilan, Syamsul Alam Agus, dalam keterangan resmi, Jumat.
"Berlakunya Peraturan Wali Kota Depok tersebut telah menjadi pemantik horizontal, konflik antar warga yang menyebabkan melemahnya kohesi sosial warga yang berbeda keyakinan," tambah dia.
Pendirian Masjid Al-Hidayah tidak pernah ditolak warga sekitar, terbukti sudah dari terbitnya IMB rumah ibadah yang membutuhkan tanda tangan warga sekitar sebagai bukti kesediaan.
Baca juga: Masjid Ahmadiyah di Depok Disegel Lagi, Satpol PP: Perintah Wali Kota
Namun, dalam penyegelan ulang yang berlangsung Jumat siang, sekitar 50 orang turut mengawal Satpol PP Kota Depok sembari meneriakkan ancaman hingga ujaran kebencian kepada warga Ahmadiyah.
“Penyegelan mesjid Al Hidayah harusnya dievaluasi dan ditinjau kembali oleh Wali Kota Depok, mengingat konteks kebangsaan, khususnya terkait dengan pengakuan keberagaman warga negara yang telah ditegaskan dalam forum-forum internasional oleh Presiden Joko Widodo," ungkap Syamsul.
"Presiden prihatin lantaran masih terus terjadinya intoleransi beragama dan kekerasan atas nama agama, sehingga jika dibiarkan akan mencabik harmoni dan menyuburkan radikalisme dan ekstremisme," tambahnya.
Selain itu, Syamsul juga mendesak agar Presiden Joko Widodo segera mengevaluasi SKB 3 Menteri 2008 yang selama ini selalu dijadikan pembenaran di balik serangan demi serangan yang dialami jemaah Ahmadiyah di Indonesia.
"SKB 3 Menteri 2008 telah menjadi pijakan dasar bagi pemerintah daerah menerbitkan peraturan daerah yang intoleran yang kemudian memicu tindakan destruktif terhadap anggota Jemaat Ahmadiyah Indonesia," jelas Syamsul.
SKB 3 Menteri 2008 melarang jemaah Ahmadiyah menyebarluaskan/menyiarkan paham terhadap warga negara yang sudah memiliki keyakinan.
SKB ini kemudian diturunkan menjadi Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 dan Peraturan Wali Kota Depok Nomor 9 Tahun 2011, yang justru melarang total seluruh aktivitas warga Ahmadiyah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.