Sejak usia 17 tahun, Ma’ing rajin mengasah kemampuannya dengan berlatih. Ia bahkan menjadi anggota perkumpulan musik Lief Java yang sebelumnya bernama Rukun Anggawe Santoso.
Dalam perkumpulan ini bakatnya berkembang dengan baik sebagai instrumentalis, penyanyi, penyair, dan juga pengarang lagu.
Jika sebagian orang hanya mendengarkan lagu yang senatiasa baru, Ismail Marzuki senang mendengarkan sebuah lagu secara berulang-ulang dan meresapinya.
Bukan cuma musik Hollywod dan jazz, ia juga menjadikan lagu-lagu daerah sebagai sumber inspirasi dalam bermusik.
Baca juga: Sederet Fakta Polisi Tewas Terlindas Truk Saat Kawal Tim Polda, Sopir Diduga Main Ponsel
Lagu dari daerah Maluku, Minahasa, Bugis, Melayu, Minang, serta lagu-lagu ciptaan komponis agung bangsa Eropa dari Schubert, Mozart, Schumann, dan Mendellshon menjadi sumber keindahan baginya.
Semasa hidupnya, Ismail Marzuki menghasilkan ratusan karya, baik hasil ciptaannya sendiri ataupun lagu yang ia aransemen ulang.
Beberapa diantaranya adalah Oh Sarinah, Rayuan Pulau Kelapa, Melancong di Bali, Halo-halo Bandung, Mars Arek-arek Surabaya, Indonesia Tanah Pustaka, Gugur Bunga di Taman Bhakti, Sepasang Mata Bola, Selamat Datang Pahlawan Muda, Selendang Sutra dan sebagainya.
Tahun 1950-an menjadi tahun-tahun yang cukup sulit bagi Ismail Marzuki. Terlebih, saat itu ada beberapa pihak yang berusaha untuk memecah usahanya dalam mengembangkan kesenian daerah.
Berulang kali, ia dicecar dengan kata-kata dan kalimat yang sinis.
Baca juga: Lurah dan Bendahara Duri Kepa Dinonaktifkan Buntut Perkara Pinjaman Uang Rp 264,5 Juta
Beruntung, ada sang istri, Eulis, dan anak adopsi mereka bernama Rahmi Asiah yang selalu menghiburnya.
Di masa-masa sulit itulah, kesehatan pria tamatan sekolah belanda Hollandsch Inlandsche School (HIS) ini mulai terganggu, hingga akhirnya ia mengundurkan diri dari kegiatan orkestra.
Aktivitasnya pun hanya terbatas pada karya komposisi saja.
Rupanya, siang hari pada 25 Mei 1958 menjadi hari terakhir Ismail bertatap muka dengan keluarga kecilnya.
Usai makan siang sang komponis ini bercengkrama dengan Rahmi anaknya, sambil berbaring di pangkuan sang istri seperti kebiasaanya yang sudah-sudah.
Saat Ismail mengembuskan napas terakhirnya, Eulis merasa Ismail masih tertidur pulas. Dibelai rambut suaminya dengan penuh kehangatan, tetapi pria itu tak lagi bergerak.
Ismail kembali ke pangkuan Tuhan Yang Maha Esa tanpa pamit dan meninggalkan pesan. Ia meninggal di usia 44 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.