JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah warga yang tinggal dan beraktivitas di Jakarta mengeluhkan adanya sanksi tilang bagi kendaraan bermotor yang tidak lulus uji emisi atau belum melakukan uji emisi.
Sanksi tilang tersebut akan diberlakukan mulai 13 November mendatang.
Dwita (31), warga Tangerang Selatan yang sehari-harinya bekerja kantoran di Jakarta, berkeberatan dengan sanksi tilang.
Dwita menilai, sanksi tilang akan menyulitkan, khususnya bagi warga yang memiliki kendaraan tua dan sulit menjangkau transportasi umum.
"Ini kan zaman pandemi, orang-orang hidupnya sudah sulit, harusnya jangan tambah dibikin sulit," kata Dwita kepada Kompas.com, Sabtu (30/10/2021).
Baca juga: Sanksi Tilang Berlaku 13 November, Ini Cara Polisi Tahu Kendaraan Tak Lulus Uji Emisi
Dwita sehari-harinya berangkat menuju kantornya di Jakarta Selatan dengan mobil Toyota Agya keluaran tahun 2015.
Sampai saat ini ia belum melakukan uji emisi karena mengaku baru mengetahui soal ancaman sanksi tilang tersebut.
Ia pun kini cemas jika kendaraannya itu tak lulus uji emisi. Sebab, itu adalah satu-satunya moda transportasi yang dapat diandalkan untuk menuju kantornya.
"Kalau mobil saya tidak lolos uji emisi, saya harus naik angkutan umum. Waktu tempuhnya jadi jauh lebih lama, ongkos lebih boros karena harus sambung gojek," katanya.
Baca juga: Ingat, Bawa Selalu Bukti Lulus Uji Emisi Kendaraan agar Tak Ditilang, Satukan dengan STNK
Dwita mengatakan, pemerintah boleh saja menetapkan kebijakan uji emisi yang berpihak pada lingkungan. Namun, ia menilai harusnya pemerintah lebih dulu memerhatikan kelayakan transportasi umum.
"Khususnya yang tinggal jauh di pinggir Jakarta seperti saya, transportasi umumnya lebih susah, kurang nyaman, dan ongkosnya juga lebih mahal daripada naik mobil," ujarnya.
Ridho (28), warga Jagakarsa, Jakarta Selatan, juga merasa berkeberatan dengan aturan tilang uji emisi.
Ridho belum lama ini sudah melakukan uji emisi di bengkel dekat rumahnya. Namun, motor Yamaha Mio keluaran tahun 2007 yang menjadi andalannya untuk berkendara di Ibu Kota dinyatakan tidak lulus uji emisi.
"Karena sudah tua dan memang sudah tidak rutin diservis juga," kata Ridho.
Baca juga: Kendaraan Tak Lulus Uji Emisi Bisa Ditilang hingga Dikenakan Tarif Parkir Tertinggi
Ridho pun makin resah ketika mengetahui bahwa sanksi tilang akan mulai dikenakan pada motor yang tak lulus uji emisi mulai 13 November mendatang.
"Aturannya memberatkan sekali bagi warga yang memang kendaraannya sudah tua dan tidak lulus uji emisi seperti saya," kata Ridho.
Dengan adanya aturan sanksi tilang ini, maka Ridho terpaksa harus menggunakan transportasi umum untuk beraktivitas di Ibu Kota.
Ridho sebenarnya lebih memilih naik sepeda motor karena waktu tempuhnya dianggap lebih cepat dan hemat biaya. Namun, ia juga khawatir akan diadang dan ditilang oleh petugas kepolisian.
"Kalau yang dekat-dekat rumah mungkin saya berani pakai motor, tapi kalau jauh-jauh tidak berani," ujar Ridho.
DKI Jakarta akan menerapkan tilang bagi kendaraan yang belum melaksanakan uji emisi. Kebijakan tilang tersebut akan berlaku per 13 November 2021.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, penilangan dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 285 dan Pasal 286 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Sanksi yang diberikan yaitu denda untuk mobil maksimal Rp 500.000 dan sepeda motor maksimal Rp 250.000.
Kepala Dinas Lingkungan (DLH) Hidup DKI Jakarta Asep Kuwanto mengatakan, kewajiban melakukan uji emisi penting dilakukan bagi pemilik kendaraan dalam upaya memperbaiki kualitas udara.
Terlebih lagi, pertumbuhan kendaraan bermotor menjadi salah satu penyebab meningkatnya kemacetan dan pencemaran.
Dalam kata lain, peningkatan jumlah dan jenis kendaraan bermotor di Jakarta otomatis memberikan kontribusi pada meningkatnya jumlah emisi yang dikeluarkan, yakni karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), nitrogen oksida (NO), dan debu.
Kajian yang sudah dilakukan, Asep menjelaskan, menunjukkan bahwa sektor transportasi, khusus di Jakarta, memberikan dampak paling signifikan pada pencemaran udara.
"Berdasarkan penghitungan inventarisasi emisi polusi udara yang dilakukan DLH bersama Vital Strategies, menunjukkan bahwa sumber polusi terbesar di Ibu Kota adalah dari sektor transportasi untuk polutan PM2.5, NOx, dan CO. Sementara kontributor kedua dari industri pengolahan terutama untuk polutan SO2," kata Asep.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.