JAKARTA, KOMPAS.com - Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan Bali berinisial AD mengaku telah melakukan penipuan mengatasnamakan PS Store dan Putra Siregar.
Awalnya, AD membeli kartu tanda penduduk (KTP) palsu. Kemudian KTP itu diganti menjadi nama Putra Siregar, pemilik PS Store.
Itu dilakukan AD lewat online dengan bantuan ponselnya.
"Saat ini saya berada di Lapas Kelas II Kerobokan. Saya benar adalah pelakunya," kata AD dalam video yang diputar di Mapolres Jakarta Timur, Senin (1/11/2021).
Setelah itu, AD membuat akun @pstorre.jakarta di Instagram untuk menipu para korban.
Baca juga: Bikin Akun PS Store Palsu atas Nama Putra Siregar, Seorang Napi dan 2 Rekannya Raup Miliaran Rupiah
"Terus saya membukanya dengan cara online. Setelah itu, jadi semuanya, akun atau apa pun itu, saya beri akses kepada saudara JB," ujar AD.
Kompas.com masih menghimpun informasi bagaimana seorang napi bisa leluasa menggunakan ponsel, apalagi digunakan untuk menipu.
Apalagi, setiap narapidana atau tahanan dilarang memiliki, membawa dan/atau menggunakan alat elektronik, seperti laptop atau komputer, kamera, alat perekam, telepon genggam, pager, dan sejenisnya.
Hal itu diatur dalam Pasal 4 huruf j Permenkumham 6/2013.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Resor Jakarta Timur Komisaris Besar Erwin Kurniawan membenarkan bahwa AD menggunakan ponsel untuk menipu.
Baca juga: Beda Raimas Backbone dengan Tim Patroli Lain, Polisi: Yang Satu Pakai Medsos sehingga Ingar Bingar
"Mereka menggunakan ponsel seperti rekaman video yang ditayangkan. Keterlibatan sipir belum ditemukan," kata Erwin melalui pesan tertulis, Senin.
AD melakukan penipuan itu bersama dua rekannya, JB dan SR. AD yang merupakan napi narkoba adalah otak di balik penipuan itu. Sementara itu, JB dan SR berperan sebagai penampung uang.
Kasus ini terungkap setelah ada laporan dari salah satu korban pada 11 Juli 2021.
Erwin mengatakan, para korban telanjur memesan ponsel melalui AD, tetapi barang tak kunjung datang.
AD dan dua rekannya meraup untung miliaran rupiah atas penipuan yang dilakukan selama lebih kurang dua tahun.
"Tetapi yang dapat dibuktikan penyidik baru Rp 360 juta," kata Erwin.
Para pelaku dikenai Pasal 378 KUHP juncto Pasal 28 ayat 1 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.