"Bahkan banyak yang usahanya bangkrut akibat terjerat pinjol," ujarnya.
Saat tidak bisa membayar utang tersebut, para penyandang disabilitas itu pun mendapatkan teror dari debt colector atau penagih utang. Bahkan teror itu juga menyasar ke orang-orang terdekat si peminjam yang didaftarkan sebagai penjamin.
Baca juga: Banyak Pekerja Jadi Korban Pinjol, Ketua Serikat Buruh Ikut Gugat Jokowi
"Nomor saya juga dijadikan penjamin. Saya diteror dengan kata-kata kotor," kata Muharyanti.
Atas kondisi tersebut, Muharyanti pun tergerak untuk mengajak warga korban pinjol mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Ia menilai, negara telah lalai sehingga pinjol merajalela hingga sampai menjerat kaum disabilitas.
"Kami minta itu digulunglah pinjol-pinjol itu baik yang legal atau pun ilegal. Kan ada yang kedoknya koperasi ternyata begitu. Kok malah melegalkan perbankan liar yang menjerat warga," kata dia.
Ketua Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos, juga menjadi satu dari 19 warga yang ikut menggugat pemerintah.
Meski tak pernah menjadi korban langsung dari perusahaan pinjol, namun Nining tergerak untuk mengajukan gugatan. Sebab, banyak buruh baik di dalam maupun di luar organisasinya yang sudah menjadi korban pinjol.
"Karena saya ketua serikat buruh, saya banyak berinteraksi dengan masyarakat kaum buruh. Di situasi ekonomi yang semakin sulit ini, mau tidak mau mereka mengambil pilihan menyelamatkan ekonomi sesaat dan akhirnya terjerat pinjol," kata Nining saat dihubungi Kompas.com, Senin.
Nining mengatakan, para buruh yang terjerat pinjol itu kebanyakan adalah mereka yang belum berstatus karyawan tetap. Gaji mereka tidak mencukupi untuk kebutuhan keluarga.
Namun di sisi lain, mereka juga kesulitan meminjam uang ke bank dan akhirnya memutuskan untuk nekat menggunakan pinjol.
"Tapi pinjol ini bukannya menolong orang dalam kesulitan tapi malah memberikan beban kepada masyarakat yang terkena tekanan ekonomi. Saya melihat perilaku pinjol yang keluar batas," kata Nining.
Nining menyebut, sudah banyak buruh yang mengalami depresi karena diteror setelah tidak bisa melunasi pinjaman karena bunganya yang sangat besar. Bahkan, kata dia, banyak juga buruh perempuan yang akhirnya dilecehkan pihak perusahaan pinjol.
"Ini saya dapat cerita langsung dari buruhnya. Jadi kalau peminjamnya perempuan dibuat grup seolah-olah peminjamnya ini menawarkan open bo (jasa prostitusi)," kata Nining.
Atas dasar itulah Nining tergerak untuk bersama-sama warga lainnya menggugat pemerintah. Ia menilai pemerintah telah lalai dalam membuat aturan yang melindungi konsumen atau pengguna aplikasi pinjaman online.
"Pemerintah hanya memberikan kebijakan bagaimana masyarakat bisa mudah mendapat pinjaman. Tapi negara tidak hadir dalam memberikan perlindungan kepada konsumen," kata Nining.