JAKARTA, KOMPAS.com - Sebentar lagi, pemugaran gedung Sarinah sebagai pusat perdagangan pertama di Indonesia akan rampung.
Gedung Sarinah menjadi salah satu proyek ambisius Soekarno pada masa awal kemerdekaan yang diberi nama Proyek Mercusuar.
Fasilitas lainnya yang dibangun untuk menunjukkan kemajuan Indonesia di mata dunia adalah Gelora Bung Karno, Hotel Indonesia, dan Monumen Nasional.
Sarinah sebagai pusat perdagangan diperuntukkan sebagai etalase dan pusat jual beli produk-produk unggulan Indonesia.
Ternyata pemberian nama gedung ini sarat akan makna. Sejarah mencatat Sarinah sebagai perempuan yang punya andil besar dalam membesarkan Soekarno.
Baca juga: Diresmikan Maret 2022, Gedung Sarinah Baru Merangkul Sejarah dengan Sentuhan Modernitas
Melalui bukunya yang berjudul “Sarinah, Kewajiban Wanita dalam Perjuangan Republik Indonesia,” Soekarno menjelaskan arti Sarinah bagi dirinya.
“Pengasuh saya bernama Sarinah, ia “mbok” saya. Ia membantu ibu saya, dan dari dia saya menerima banyak rasa cinta dan rasa kasih. Dari dia saya banyak mendapatkan pelajaran mencintai “orang kecil”. Dia sendiri pun “orang kecil”, tetapi budinya selalu besar,” tulis Soekarno.
Dikisahkan, Soekarno kecil pindah dari Surabaya ke Mojokerto bersama orangtuanya. Saat itu ia berumur enam tahun.
Sang ayah Raden Sukemi Sosrodiharjo menjadi guru di Mojokerto. Ia pun mengajak sang istri, Idayu dan dua anaknya Sukarmini dan Kusno (nama Soekarno kecil).
Di Mojokerto, keluarga Sukemi bertemu Sarinah, seorang gadis yang kemudian menjadi asisten keluarga mereka.
Baca juga: Bung Karno, Mbok Sarinah, dan Mojokerto
Bagi keluarga Sukemi, Sarinah bukan pelayan dalam pengertian barat. Sarinah dianggap bagian dari keluarga Sukemi.
Sarinah tidak menikah. Selama tinggal bersama keluarga Sukemi, Sarinah juga tidak menerima gaji.
"Dia tidur bersama kami, tinggal bersama kami, memakan apa yang kami makan, tetapi dia tidak mendapat gaji sepeser pun."
Dalam kesempatan lain, Soekarno menekankan bahwa Sarinah telah mengajarinya banyak hal, termasuk mengajarinya tentang kasih sayang.
"Sarinah mengajariku untuk mencintai rakyat. Rakyat kecil," cerita Soekarno pada Cindy Adams yang menulis buku “Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia".
Baca juga: Menilik Relief Tua yang Tersembunyi di Gedung Sarinah...